DIRTY BUSINESS - 9
Memilih memejamkan mata sejenak dan mengenyahkan segala pemikiran akan kilas masa lalu, seketika aku pun melemparkan tatapan permusuhan pada ibuku. Tidak ingin terus menerus menerima ancaman darinya dan memilih sepakat akan permintaannya dengan balasan dia menjaga rahasiaku agar tetap aman, aku pun akhirnya menjawab pertanyaan yang ayahku ajukkan dengan mantap hati.
“We are just having fun, Dad”
“I swear to God. Not anything
else…”
“Kami bahkan tidak mengenal
banyak, selain mengetahui bahwa dia adalah seorang CEO
(Chief executive officer) dari perusahaan Ferro Malik Warrior S.p.A”
jelasku dengan nada rendah dan enggan menjelaskan lebih banyak. “Astaga Ken…”
“Bukankah kita telah sepakat sebelumnya?!”
“Bahwa, tidak ada diantara kau dan Kylie yang boleh
menjalin hubungan dalam bentuk apapun dengan orang-orang dari kalangan seperti
mereka atau bahkan dengan seorang pejabat Negara sekalipun?”
“Lalu.. sekarang
kenapa kau malah melanggar satu aturan penting itu Ken? Terlebih lagi, kenapa juga
harus berkaitan dengan keluarga Malik?!” protesnya dengan nada lelah seraya
memijat-mijat dahi dengan perlahan, membuat hatiku sedikit penasaran dengan
ucapannya yang mempertanyakan keluarga Malik.
Memangnya ada
apa dengan keluarga Malik? Sampai-sampai dia begitu sangat kecewa ketika aku
menyertakan nama keluarga itu. Sebagai sesama pengusaha, bukankah harusnya dia
berpikir dua kali untuk merubah status mereka menjadi rival kalau semua itu diakibatkan hanya karena kedekatanku dengan
Zayn. “Brian…”
“Sudahlah,
kita undang saja dia di acara makan malam keluarga nanti” tutur ibuku yang
terdengar memaksa menginginkan kehadiran Zayn di acara makan malam sebelum
menjelang acara malam natal nanti. “Baiklah, aku setuju…”
“Walaupun aku
sendiri tidak yakin bajingan sepertinya mau mendengar ultimatum dariku untuk jangan lagi berhubungan denganmu Kendall!”
melihatnya yang berekspresi serius seraya berucap demikian, tidak ada hal lain
yang bisa aku lakukan selain menundukkan pandangan.
“Temui aku di
rooftops sebelum makan malam nanti”
bisiknya saat aku memilih untuk menenggelamkan wajahku di antara kedua telapak
tangan yang menyatu, tepat ketika ayahku telah lebih dahulu berlalu pergi
meninggalkan ruangan ini yang kemudian diekori olehnya.
Yaampun!! Apa lagi yang dia rencanakan.
Oh God..
Beberapa jam
telah berlalu dan jam yang melingkar di tanganku telah menunjukkan pukul
setengah tujuh malam, segera aku pun berjalan menuju rooftops dan berlalu kesana-kemari dengan perasaan gelisah karena
ibuku tidak kunjung tiba.
Seketika kegelisahanku pun lantas sirna dan langkahku lantas
terhenti ketika melihat dia yang kini telah berdiri angkuh dihadapanku, terlebih
dia semakin memancarkan
sisi bajingannya karena menggunakan tuxedo
berwarna hitam yang nampak formal.
Sial! Untuk apa dia disini?
Apakah ini adalah bagian dari rencananya juga?
Hanya mampu menelan siliva
dengan susah payah dan berniat untuk pergi dari tempat ini karena tidak ingin bodyguard ayahku melihat kami hanya
berdua disini, membuatnya dengan cepat melangkah guna menahan kepergianku.
“Ken” panggilnya.
Merasakan adanya tekanan di sekitaran sebelah lenganku, tanpa
gentar akhirnya aku pun memilih untuk mengambil langkah mundur seraya
melemparkan tatapan menantang bahkan siap menentang segala hal yang ingin dia
jelaskan. Hingga tatapan matanya yang tajam itu, perlahan kian menembusku.
Sama-sama bungkam dan seperti bisa berbicara hanya dengan
melalui tatapan mata, membuatku kemudian memilih untuk menarik paksa lenganku
yang masih dicengkram kuat-kuat tanpa memutus tatapan kami lebih dahulu.
Sehingga, ketika tangannya berangsur terlepas dari lenganku dan tanpa aba-aba dia
lantas mengecup bibirku singkat tanpa adanya lumatan.
Cukup! keluhku di
dalam hati atas sikap bodohannya, terlebih dia justru malah kembali mengecup
keningku dan memilih berlalu untuk terduduk di kursi kayu yang ada di
belakangku tanpa berkata apapun.
Dasar bajingan!
“Kau benar-benar mencari masalah Zayn” peringatku karena sikapnya
yang tiba-tiba itu, namun bibir tipisnya justru malah menyinggung senyum. “Sesuai
dengan janjiku…”
“Aku akan membereskan semuanya”
“Dan sama sekali bukan untuk mencari masalah” memutar bola
mata malas karena mendengar penjelasannya yang terkesan santai, membuatku
kemudian ikut terduduk di kursi yang berhadapan dengannya. “Terserah padamu!”
“Yang pasti aku sudah pernah menjelaskan bahwa kalau sampai
hal ini terjadi, aku tidak akan bisa berbuat banyak…” jelasku yang dia tanggapi
hanya dengan menggangguk seolah penjelasanku bukanlah masalah baginya. “Bagus!”
“Kalau begitu bersiaplah untuk mencari wanita lain…” sindirku
dan lebih tertarik memandang kearah lain. “Karena ibuku sudah mengetahui
segalanya” lanjutku.
“Apakah kau bisa mencarikannya untukku?” mengerutkan dahi
karena tidak percaya bahwa dia lebih tertarik membahas hal ini dari pada bertanya
bagaimana ibuku bisa mengetahui tentang rahasia kami, membuat kedua tangannya
justru mengusap kerutan di keningku dan beralih menggenggam erat tanganku.
“Bagaimana?”
“Bisa atau tidak?”
“Dengan senang hati” ucapku menyanggupi, seraya menarik
tanganku dari genggamannya. “Well,
aku rasa ini cukup…”
“Kalau begitu aku permisi dan segeralah kau selesaikan
urusanmu disini Zayn” putusku seraya bangkit dari keterdudukkan, namun dia
tidak membiarkan hal itu dan membuat kami akhirnya kembali bertatapan dengan
dia yang kembali menggenggam tanganku.
“Hanya kau Ken…”
“Dan tidak ada wanita lain yang bisa mengimbangi permainanku”
mengecup punggung tanganku seraya berucap demikian, membuatku lantas tergelak
dan mulai menertawakan harga diriku sendiri karena berada dalam situsi yang
menjijikkan ini. “Cukup Zayn,
bukankah sudah aku peringatkan berkali-kali padamu?!”
“Untuk jangan berlebihan dalam memujiku?”
“Atau jutsru nantinya kau
sendiri yang akan terjebak dalam hubungan aneh ini” peringatku untuk yang kesekian kalinya, akan tetapi tanpa
permisi dia lantas menangkup kedua pipiku dengan tangannya.
“Itu sama sekali bukan pujian Ken”
“Lalu?”
“Apakah aku perlu menjelaskannya kepadamu tentang bagaimana
perasaanku saat ini?” tanyanya yang berbisik di telingaku karena posisinya saat
ini sedikit maju kerahku, sehingga dengan sengaja aku pun membiarkan tangan
kananku bermain di tengkuk lehernya sedangkan tangan kiriku memegang sebelah
tangannya yang bertumpuh diatas meja untuk menangkup pipiku.
“Maaf, tapi aku tidak seperti mereka yang akan selalu
menuntut penjelasan dari lawannya” jelasku setelah sebelumnya lebih dahulu
menarik wajahku menjauh dari sisi wajahnya, sehingga saat ini tatapan kami pun
berhasil saling menyelami satu sama lain.
“Ya, kau benar?!”
“Dan karena itulah perasaanku terhadapmu tidak sama seperti
perasaanku terhadap yang lainnya” sama sekali tidak terkejut dengan apa yang
baru saja dia ucapkan, aku pun hanya mampu menunjukkan senyum terbaik ketika
satu tangannya lantas menggenggam tanganku untuk dia berikan kecupan sekali
lagi.
“Hentikan Zayn…”
“Jangan paksa aku untuk selalu cemburu dengan perasaanmu
terhadap yang lain” peringatku, begitu bertepatan dengan kehadiran ibuku yang
kini berjalan kearah kami. “Selamat datang Zayn”
Benarkan dugaanku?! Ibukulah
yang mengatur keberadaannya disini.
“Thanks..” jawabnya
seraya membalas kecupan pipi kanan dan pipi kiri dari ibuku. “Wow… See, you looks so sexy Ken” pujinya.
Meninggikan sebelah alisku karena tidak tertarik untuk
bergabung dan beradu peran dengannya, tidak mengurungkan niatnya untuk
menempati kursi di sebelahku. “By the
way, maaf membuat anda menjadi harus menunggu lama?!”
“It’s ok, no problem..”
“So, what you want to
say with me?”
“Ok, to the point saja.
Sebenarnya saya hanya ingin bertanya apa sebenarnya hubungan anda dengan putriku,
Kendall?”
“Mom?!” ucapku
mencoba memperingati.
“Kami-”
“Kami hanya bersenang-senang?!” selaku yang membuat perkataannya terjeda. “Aku menginginkan
jawaban darinya Kendall”
“Bisakah kau diam sebentar?” peringatnya.
“Silahkan lanjutkan” melihatnya mengangguk patuh atas ucapan
ibuku, membuatku lantas menegang kemudian. “Kami menjalani hubungan dewasa
tanpa ada ikatan apapun” katanya.
“Lalu, apa maksudnya dengan berkas-berkas ini?” tanyanya, setelah
lebih dahulu melemparkan amplop cokelat berisi berkas-berkas rahasia yang
seharusnya tidak di ketahui oleh siapapun selain aku dan Zayn. “Sorry…” sesalku.
Seolah benar-benar
telah kehilangan kata-kata, karena dirinya lantas memberikanku tatapan yang
sulit diartikan dari iris mata berwarna hazel
miliknya. Terlebih tatapannya membuatku semakin merasa bersalah sekaligus malu,
karena dia harus terlibat dengan orangtuaku dan berakhir disini saat ini.
Rasanya besar sekali keinginanku untuk mengakhiri perannya dalam kehidupanku,
terlebih setiap kali dia memberikan perhatian kecil dan juga tidak sungkan
untuk mengubah sikapnya disaat kami sedang terjebak dalam satu situasi yang
mengharuskan peran kami berjalan sebagaimana mestinya. “Bagaimana? Bisakah anda
menjelaskan semua ini?” tanyanya, membuat Zayn meraih satu lembar bertuliskan ‘non-marital
cohabitation agreement’.[1]
“Berkas-berkas
ini adalah bentuk perjanjian yang di sepakati oleh kami berdua dan di saksikan juga
oleh pengacara kami masing-masing. So, selamanya
perjanjian ini akan tetap menjadi perjanjian di antara kami berdua. Terkecuali,
jika kedua belah pihak sepakat untuk berpisah atau kami yang berakhir dalam
pernikahan”
“Jadi,
singkatnya secara hukum hubungan kami adalah pasangan yang sepakat untuk hidup
bersama tanpa adanya ikatan pernikahan dan juga untuk memiliki property secara bersama”
“Omong
kosong!”
“Para
pengusaha seperti anda selamanya tidak akan pernah mendapatkan tempat di dalam
keluarga kami. Ingat itu?!”
“Saya tau hal
itu, bahkan Kendall telah menjelaskan berulang kali kepada saya sebelum kami
membuat berkas-berkas ini”
“Tapi
kesepakatan tetaplah kesepakatan…”
“Jangan
gila?!”
“Kalian tidak
bisa selamanya seperti ini. Terutama kau Kendall?! Cepat atau lambat kau harus
menikah dan memiliki se-”
“Pernikahan
adalah hal terakhir yang aku inginkan dalam hidup ini Mom?!” selaku sebelum dia benar-benar mengakhiri kalimat yang
nantinya bisa membuatku semakin merasa bersalah kepada Zayn. “Kau masih
menyandang nama keluarga ini Kendall?!”
“Aku tau Mom?!” jawabku begitu putus asa.
“Lantas
kenapa kau masih saja keras kepala menentang aturan penting di keluarga ini?”
“Kendall
berhak memilih Kris”
“Selama
pilihanya tidak bersinggungan dengan peraturan yang berlaku didalam keluarga
ini, tentu saja kami tidak akan pernah menentang pilihannya?!”
“Lagi pula,
aku ragu kalau kedepannya nanti kalian tidak akan menambah kesepakatan lainnya?!”
“Ya kau benar.
Tadinya kami juga berpikir seperti itu?!”
“Zayn?!”
ucapku guna memperingati.
“Gila!” rutuknya atas perkataan Zayn seraya berdengus nafas secara kasar. “Sudahlah, jangan terlalu banyak berkhayal!”
“Pilihan kalian hanya batalkan perjanjian gila ini atau Kendall yang akan menerima konsekuensinya dari Brian” ancamnya dan menatapku sungguh-sungguh, sedangkan aku justru bertukar pandang dengan Zayn hingga kembali membuatku mengingat alasan terbesar dibalik terciptanya perjanjian diantara kami.
Flashback on
Mengalihkan pandangan kearah luar kaca jendela
mobil, tepat disisi sebelah kananku terlihat sebuah bangunan kokoh yang
menjulang tinggi dan berwarna putih tulang di dekat persimpangan jalan. Hingga kemudian, tatapanku pun teralih kembali ke arah layar ponsel
dalam genggaman yang menunjukkan adanya pop up pesan masuk dari Hailey.
From : Hailey
'Mr.Josh - Tonight, 20.30 PM. At Bar
of The Langham Hotels - Fifth Avenue'
“Kita sudah sampai Nona” ucapnya yang kemudian aku
iyakan dengan mengangguk penuh kepastian dan dia pun telah mengerti bahwa saat
ini juga aku telah siap untuk melangkah turun dari mobil. Maka, dia pun
kemudian turun lebih dulu dari mobil ini dan membukakan pintu untukku. “Thank’s, Felix”
“Sama-sama Nona. Mari..” ajaknya, membuat langkah
kami tiba-tiba terhenti sejenak karena beberapa orang yang mengenaliku mulai
sibuk mengarahkan ponselnya kearahku.
Tidak ingin mengundang lebih banyak perhatian dari
orang-orang yang ada disekitar karena memang tujuanku saat ini bukanlah untuk
konsumsi publik, melainkan untuk kepentingan pribadi. Dengan terpaksa dan begitu
berat hati, aku pun mengabaikan permohonan mereka untuk sekedar meminta foto
bersama.
Berhasil memasuki bangunan yang megah ini bersama
dengan Felix yang berada di sisi kiriku, membuat beberapa dari mereka kemudian
mengulas senyum ramah dan menyambutku dengan ucapan selamat datang dan selamat
malam.
Tetapi, karena aku mengetahui kemana aku harus
melangkah dan tidak memerlukan bantuan dari mereka. Aku lantas hanya membalas
senyum dan berlalu menuju elevator, kemudian menekan lantai 2 untuk
menuju ke tempat bar fiori yang bersisian dengan restaurant milik
Michael White’s Altamarea Grup berada.
Ting….
Melangkah keluar dari elevator dan menuju
kearah restaurant berada, salah seorang waiters pun dengan ramah
menyambut kedatangan kami dan menunjukkan arah dimana meja yang sebelumnya
telah Hailey reservasi.
“Felix, kau tunggu aku disini ya?”
“Jangan pergi kemana pun. Mengerti?” perintahku
dengan nada penuh penekanan dan tidak ingin dia bantah, pasalnya aku tidak
memberitahu untuk apa tujuanku datang ke hotel ini. “Tapi Nona-”
“Hanya sebentar Felix?!”
“Apakah anda yakin Nona?” tanyanya ragu, sehingga
dengan cepat aku pun mengangguk penuh kepastian dan mengulurkan jari
kelingkingku padanya. “Tenanglah Felix..”
“Aku janji tidak akan berulah untuk malam ini”
“Jadi, bisakah kau berjanji juga bahwa kau akan
tutup mulut tentang kemana perginya kita malam ini dan tetap setia untuk duduk
menunggu di sini sampai aku kembali lagi nanti?” terdengar menghembuskan nafas
kasar setelah aku memberikan penawaran, sedetik kemudian dia pun pasrah
mengaitkan jari kelingkingnya ke jari kelingkingku dan menganggukan kepala
kemudian. “Baiklah…”
“Tapi saya mohon agar Nona tetap mengaktifkan
ponsel Nona, bagaimana?”
“Iya Felix, iya..”
“Kau tenang saja” jawabku yang kemudian segera melangkah
keluar dari restaurant ini dan menuju kearah bar Hotel ini
berada.
Terduduk di bar stool dan perlahan
meletakkan clutch bag di meja bar, membuat dahiku mengerut ketika mataku
sejenak memperhatikan beberapa dari mereka yang terlihat sedang memesan minuman
dari para bartender tetapi enggan duduk di kursi bar ini.
Padahal sederet kursi bar ini tidak di
tempati oleh siapapun kecuali aku dan salah seorang lelaki seusia ayahku.
Meraih ponsel dari dalam clucth bag milikku, mataku pun lantas
terbelalak dan tanganku kembali meletakkan ponsel kedalam clutch bag
karena melihat gambar dirinya keluar dari sebuah club malam elite di
kawasan Manhattan bersama seorang wanita berambut pirang.
Sialan!
“One glass champagne for Ms. Kendall Jenner”
ucap sang bartender seraya menyerahkannya padaku, membuatku kemudian
menyinggungkan senyum terbaik kearahnya ketika menerima minuman ini dan lantas
meminum champagne yang dia berikan hingga tandas dalam hitungan detik.
“Lipstick disudut bibirmu..”
“Thanks” ucapku setelah lebih dahulu
menerima uluran tissue darinya. “Sepertinya anda sangat haus?”
“Ya, sepertinya malam ini aku juga akan segera
melunaskan rasa hausku” balasku akan sindirannya seraya bangkit dari
keterdudukan dan meraih clutch bag di atas meja bar.
“Nona Kendall, tunggu sebentar..” panggilnya,
membuatku lantas mengurungkan niatku untuk meninggalkan bar ini.
“Sepertinya ini milik anda?” menerima tissue
yang langsung dia berikan dalam genggamanku, kesadaranku pun lantas tersentak
setelah mendapati tulisan 708 lt. 7 beserta namaku yang tertera dengan jelas di
tissue tersebut.
“Have fun…” katanya.
“Thank’s,
aku permisi kalau begitu” putusku begitu mendapatkan kode dari sang bartender
yang kemungkinan besar dia adalah tangan kanan dari pria sombong itu, sebab aku
tidak mendapati name tag yang melekat didadanya.
Ting..
Mendapati pintu elevator kembali terbuka,
segera aku melangkah masuk dan menekan tombol angka 7 di dinding dalam elevator.
Sejenak menatap perlahan pindahnya warna merah, dari satu angka ke angka
lainnya yang berada tepat di bagian atas pintu elevator.
Segera, aku pun bersiap-siap ketika warna tersebut
berhenti di angka yang kutuju kemudian melangkah keluar dari elevator
begitu pintunya kembali terbuka.
Mengikuti papan arah yang menunjukkan dimana kamar
nomor 708 berada, dengan penuh percaya diri aku pun lantas berdiri tegak tepat
di hadapan pintu kamar yang bertuliskan angka 708 dan kemudian menekan bel
pintunya.
Ting..
tong..ting..tong…
Menyinggungkan senyum kepada sosoknya yang membuka pintu
kamar bernomor 708 ini, jantungku pun rasanya seperti
benar-benar berhenti saat ini juga ketika matanya menatapku dari ujung kepala
hingga ujung kaki. Sedangkan aku yang dia tatap dengan bodohnya justru hanya
mampu terdiam bagaikan patung, asik mengamati penampilannya yang hanya
menggunakan bathrobe ber-merk versace.
Hingga sedetik kemudian, rasanya di sekitaran
punggungku teramat panas dan mungkin akan segera terbakar karena tangannya yang
terukir banyak tattoo itu dengan sialan mengelus tanpa memberikan
aba-aba. “Hey, maaf membuatmu menunggu” kataku.
“It’s ok…”
“Masuklah” tersenyum menyanggupi apa yang dia
pinta, kembali aku pun hanya mengangguk dan mulai berjalan mendahului dia yang
saat ini tengah menutup pintu kamar ini.
Dalam diam aku mencoba meyakinkan diriku sendiri
atas keputusan gilaku ini, hingga aku tersadar ketika perlahan dia menuntunku
berjalan mendekat kearah sofa berwarnakan putih yang berhadapan langsung dengan
double bed king size dengan warna senada. “Kau mau minum apa?” tanyanya.
“Wine atau apapun terserah…”
“Oke, tunggu sebentar” jawabnya seraya berlalu
kearah lain dan sibuk menuangkan wine ke dalam gelas. “Josh siapa?”
“Bodyguard-ku..”
“Tidak mungkinkan kalau aku booking hotel
hanya untuk beberapa jam atas namaku?!”
“Ya, itu akan terlalu beresiko untuk bajingan
sepertimu” sindirku seraya meletakkan clutch bag di sofa berwarna putih
ini dan melepas sarung tangan yang saat ini aku kenakan.
Menaruhnya di sisi clutch bag-ku berada, tidak
lepas mataku pun mengedarkan pandangan ke setiap sudut kamar hotel yang dia
pesan ini. Sungguh, ini adalah kamar yang biasa saja dan sangat tepat kalau
harus melakukan hal ini disini.
Dengan dada berdegup kencang, tubuhku pun menegang
kaku saat tiba-tiba bajingan ini memelukku dari arah belakang setelah lebih
dahulu meletakkan dua gelas wine di atas meja yang ada di hadapanku.
“Kau tegang sekali?!” katanya.
“Kau juga?!” balasku tidak mau kalah karena
merasakan sesuatu yang kini mulai mengeras tepat dibagian bokongku yang
merupakan bukti gairahnya terhadapku. “Well, jadi kenapa kau akhirnya
setuju untuk menghabiskan satu malam bersama bajingan sombong sepertiku?”
“Hanya ingin membuat bajingan lainnya kesal saja”
“Heuh, ironi sekali?!”
“Faktanya memang begitu…” balasku yang tentu saja
sudah menegang kaku, karena dia benar-benar telah bergairah dengan aku yang
masih mengenakan pakaian lengkap. Sebab, aku tidak berniat untuk lebih dulu
mengganti pakaian setelah acara after party yang diselegarakan oleh Yvas
berakhir.
Merasakan dagunya yang kini ada di pundakku dan
tangannya yang juga telah terlingkar erat di perutku, membuatku semakin
kesulitan untuk berpikir dengan jernih saat ini. “Kau sendiri, kenapa menawarkan
sesuatu hal yang mustahil untukku terima?”
“Tidak ada yang mustahil Ken?!”
“Buktinya kau disini sekarang” katanya.
“Ya dan itu sama sekali tidak menjawab pertanyaanku”
“So, bisakah kita memulainya sekarang?” tanyanya
seraya terus menghantarkan kecupan demi kecupan di setiap bagian inci leherku
dan dengan kesadaran yang berada di ambang batas, aku pun dengan bodohnya malah
mengeluarkan suara desahan tepat ketika sebelah tangannya berhasil meremas
gundukkan di dadaku. “Aku bahkan belum meminum apa yang kau suguhkan Zayn”
“Kau bisa menikmatinya nanti”
“Pelayananmu benar-benar buruk”
“Akan aku tunjukkan dengan cara yang lain…”putusnya.
Perlahan tapi pasti, deruh nafasku pun semakin
berhembus dengan cepat karena kini lidahnya mulai lihai menyusuri bagian
belakang telingaku dan hembusan nafas ringan yang sesekali masuk kedalam liang
telingaku. Hal ini membuatku kemudian menjadi bergerak gelisah karena
pelukannya dan dengan sengaja, dia justru memanfaatkan kesempatan ini untuk
semakin menekan miliknya ke bagian bokongku.
Mengusap sebelah tangannya yang masih terlingkar di
perutku karena tangannya yang satu sibuk bermain pada payudaraku, perlahan aku
pun mengendurkan tangannya yang memeluk perutku kemudian memutar tubuhku
menjadi menghadap kearahnya.
Tepat ketika menatap kedua iris matanya, yang
terlintas dalam pengelihatanku ketika aku menatap lebih dalam ke kedua mata
indahnya adalah dominan. Karena ya, dalam urusan sex semua pria pasti
ingin menjadi dominan bukan? Tapi maaf, hal itu tidak akan pernah terjadi dalam
kamusku.
Saat ini untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku
mendapati seseorang pria dewasa menatapku dengan tatapan tegas namun penuh
harap. Tatapan yang sedang menggambarkan amarah, namun dalam diam menyimpan
hasrat besar dan terus memuja. Tatapan yang menatapku seperti, hanya aku saja
lah yang dia butuhkan saat ini.
Merasakan adanya air mata yang mulai memasahi
pipiku, segera aku pun mengalihkan keadaan menjadi bergerak cepat dengan
mengelumat bibir tipisnya kemudian mengalungkan kedua tanganku tepat kebagian
tengkuk lehernya.
Come
on, buat bajingan itu menyesal! Kesempatan tidak akan datang dua kali. Hanya
malam ini dan semuanya akan selesai Kendall.
Kuatku dalam hati seraya berusaha menerima balasan
lumatan di bibirku tanpa perduli statusnya dan juga ada berapa banyak wanita
yang akan tersakiti hatinya untuk malam ini karena aku bersedia menemani
malamnya sebagai wanita ONS (one night stand).
Perlahan tapi pasti, kami akhirnya sama-sama
melepas diri karena merasa sudah kehabisan pasokkan udara sehingga kemudian
kedua tangannya terulur menangkup wajahku kemudian mengelus kedua pipiku dengan
ibu jari tangannya.
“Jangan menangis di hadapanku” pintanya seraya
menghapus air mata yang berhasil lolos hingga ke pipiku, kemudian membawaku
untuk terduduk di tepi ranjang berukuran double king size ini.
“Bisakah kita melakukannya dengan cepat?”
“Apakah kau mendapat banyak tamu malam ini?”
tanyanya begitu menghancurkan harga diriku, membuatku kemudian memutar bola
mata dan berdengus remeh. “Membuka kaki lebar-lebar
sepanjang malam bukanlah pekerjaanku” jawabku sarkas.
“Hobi mungkin?”
“Jangan mengejekku!”
“Kenapa?” tanyanya yang masih terduduk di tepi
ranjang, sedangkan aku telah bangkit dari keterdudukkan dan sengaja melepaskan celana
g-string yang aku gunakan ketika berada di ambang pintu kamar mandi,
kemudian menyinggung senyum jahil seraya mengedipkan sebelah mataku dengan jari
telunjuk yang sengaja aku mainkan di bibir. “Aku yang akan memimpin permainan
malam ini?!”
“Dan kalau kau setuju kau bisa bergabung
bersamaku…”
“Lagi pula, aku tidak suka mengawalinya di ranjang
seperti para jalangmu” ucapku dengan nada remeh seraya membuka kancing bajuku
satu persatu, hingga aku lihat dirinya mulai bangkit dari tepi ranjang dan
berjalan kearahku yang kini berada di dalam kamar mandi.
Sialan!
Saling berhadapan dan melempar tatapan satu sama
lain tanpa menghentikan gerakkan tangan untuk saling melepas pakaian yang kami
kenakan masing-masing, tangannya pun dengan cekatan meraih pinggulku hingga
berhasil membuatku masuk kedalam dekapannya dan mengikis jarak diantara kami.
Membalas tautan dari bibirnya dengan gerakkan penuh
hasrat dan saling cekatan bertukar siliva satu sama lain, tubuhku pun lantas kembali
menegang ketika tangannya menangkup bokongku serta sesuatu yang keras itu
benar-benar bersentuhan langsung tepat di permukaan kulit bagian bawah pusarku.
“Menarik…” alihku setelah lebih dulu melepas tautan
bibir kami. “Bukan saat yang tepat untuk membahas hal lain, ketika kau sendiri
telah menawarkan diri untuk melayaniku Ken”
“Savage!”
“That’s the rule…”
“Kau tidak boleh seenaknya menunda permainan” peringatnya
seraya menatapku begitu lekat dengan jari-jari tangannya yang tidak henti
menggerayangi punggungku. “Sorry…”
“Tapi maukah kau lebih dulu menjawab pertanyaanku kenapa kau menyembunyikan tattoo
ini disini, sebelum permainan kembali dimulai?!” kataku seraya memainkan jari
tanganku di lengan bagian dalam miliknya.
“Kita tidak sedang dalam sesi wawancara” jawabnya
kelewat menyebalkan dan sibuk merapihkan anak-anak rambutku ke arah belakang
telinga. “Tapi
aku suka ini..”
“Simbol Pink Floyd?!”
“Prisma yang menghasilkan spectrum…”
“Dan apa maknanya bagimu?” tanyaku sambil bergerak
gelisah, karena kini tangannya bermain di puting payudaraku yang mengeras dan
aku berusaha menahan desahan keluar dari mulutku.
“Kehidupan baru” jawabnya dengan singkat namun
tersirat banyak makna, sehingga aku lantas mengangguk saja seraya membuang
pandangan kearah belakangnya. ‘Yang selalu diburu oleh waktu dan juga detak
jantung kita sendiri’ lanjutku dalam hati.
“Bisa kita lanjutkan?” tanyanya membuatku
mengangguk dan mengalungkan erat tanganku di lehernya, kemudian dia mengangkat
sebelah kakiku untuk menjadi sejajar di pinggulnya dan mulai meraba bagian paha
bagian bawahku.
Hingga berhasil membuatku berdesah kemudian
membalas apa yang dia lakukan dengan mengelumat bibirnya guna membagi apa yang
sedang aku rasakan, karena gerakkan tangannya di bawah sana yang terus bermain di area klitorisku dan sesekali
mengusap pusat diriku. “Bukankah sudah aku katakan, bahwa aku yang
akan memimpin permainan ini?” keluhku seraya memutar bola mata malas.
“As you wish…” katanya.
“Tapi, setelahnya jangan pernah lagi mengalihkan
tatapanmu dengan cara seperti itu dariku!” jelasnya yang terdengar samar
ditelingaku, karena tangannya yang terus bermain di bagian bibir pusat diriku
dan hal ini benar-benar membuatku kesulitan untuk berkonsentrasi.
“Sialan?!” keluhku dengan mata terpejam dan sulit
membalas ucapannya karena sibuk memikirkan sudah berapa banyak bukti diriku
yang berhasil membasahi jarinya, karena detik itu juga tubuhku meresponnya
dengan benar-benar menyentak dan membuat tanganku semakin terlingkar erat di lehernya.
Sialan?!
Sudah tidak tahan lagi dan berhasil mengeluarkan
lebih banyak bukti gairahku hanya dengan tangan sialannya yang memainkan area klitorisku,
segera aku pun melepaskan diri dari dekapannya dan mencari sesuatu untuk
menopang tubuhku.
Sehingga, di detik selanjutnya hanya terdengar
deruh nafas yang saling bersahutanlah di dalam kamar mandi ini dan juga di
dominasi oleh aroma keringat kami yang bercampur dengan aroma dari bukti
gairahku.
“Duduklah” pintaku masih dengan deruh nafas memburu
dan siapa sangka dia mematuhi apa yang aku ucapkan. Sehingga, dengan segera aku
memposisikan diri di antara kedua pahanya yang terbuka.
Menyentuh miliknya yang begitu gagah dan nampak
menantang, sebagai permulaan aku pun menjilat ujung miliknya dengan ujung lidahku
dan berlanjut hingga menghisap dalam dengan gerakkan baju mundur. Mengingat
bahwa kesempatan seperti ini tidak akan terulang dua kali, tidak sedetikpun mataku
lengah mengawasi setiap perubahan ekspresinya yang sesekali menutup mata karena
menikmati blow job dariku.
“Oh shit?!” rutuknya, karena aku menekan
miliknya hingga memenuhi mulutku dan hampir bersentuhan dengan dinding tipis di
tenggorokkanku yang nyatanya berhasil membuatku terasa ingin muntah karena
cairannya telah menyembur memenuhi rongga mulutku.
Mengeluarkan bukti gairah berupa cairan miliknya
dari mulutku hingga jatuh kedada, dengan gerakkan cepat aku kembali memijat
miliknya yang terasa licin dalam genggamanku. Dan masih dengan mata yang berair
karena berusaha untuk tidak muntah, dapat aku lihat tatapannya yang tadinya angkuh
kini berubah menjadi tajam dan dalam. Baiklah, mari anggap tatapannya itu
adalah bentuk pujian untuk keahlianku ini.
Bangkit dari hadapannya, dengan cekatan dia pun
merobek plastik foil yang dia ambil dari laci kayu disisi kirinya dan
memasangkan alat protector itu kemiliknya.
“Dasar bajingan pengecut?!”
“Kau-kan bisa mengeluarkannya di luar tanpa perlu
menggunakan benda itu!” sindirku.
“Aku belum tentu sehat untukmu?!”
“Kalau ternyata aku mengidap STD (sexually
transmitted disease)[2] karena tertular dari para jalang, bagimana?”
“Jangan membuatku jadi berubah pikiran Zayn!”
“Kalau begitu jangan banyak protes Ken” katanya.
“Biarkan aku saja” balasku final, sehingga yang aku
lakukan saat ini adalah membuka kaki jenjangku dengan lebar dan terduduk
menghadap kearahnya seraya mendorong perlahan bukti gairahnya untuk menembus
diriku.
Oh
bajingan sialan! Ini panas sekali.
Tangannya yang menekan pinggulku, benar-benar
berhasil membuatku agak tersentak karena dia berhasil memasuki diriku dengan penuh
dan juga cukup dalam. Sialan! Demi apapun yang ada didunia ini, kakiku
bahkan sudah bergemetar dibawah sana dan
jujur saja aku sudah tidak kuat kalau harus bergerak sambil menahan rasa
perih serta panas akibat miliknya yang ada didalamku. “Shit?!”
“Kau masih perawan?” tanyanya dengan wajah
menegang, namun miliknya tetap berada di liang kewanitaanku.
Walaupun kedua mataku ini masih di bendungi air
mata akibat menahan desakan yang dia lakukan, aku cukup melihat dengan jelas
bahwa raut wajahnya begitu penasaran menanti sebuah jawaban dariku mengenai apa
yang dia rasakan tepat ketika miliknya berhasil menembus liang
kewanitaanku. “Dasar bajingan!”
“Sudahlah, jangan membuang-buang waktu?!”
“Kita lakukan saja dengan cepat”
“Lagi pula, sebelumnya sudah aku katakan bahwa
membuka kaki lebar-lebar sepanjang malam bukanlah pekerjaanku” balasku to
the point, yang kemudian mendapatinya menghela nafas seraya memijat kening.
16
bulan berlalu…
Di jaga dengan ketat untuk keluar
dari area gedung NYC Civil Court seusai menghadiri persidangan, nyatanya tidak
membuat hatiku lantas baik-baik saja. Terlebih, selalu mendapat hadangan dari
para paparazzi setiap kali berpergian
menjadikan gerak-gerikku terbatas dan harus lebih hati-hati untuk sekedar mengunjungi
tempat-tempat yang biasa aku datangi.
Walaupun aku tidak bisa lagi
bernafas lega sepenuhnya seperti dulu, akan tetapi aku cukup bersyukur bahwa
hari buruk itu telah berlalu dan saat ini aku bisa fokus untuk menata kembali
hidupku yang berantakan selama kurang lebih satu tahun belakangan ini.
Memutuskan untuk mengunjungi
Paris lebih dahulu menggunakan private
jet tanpa diketahui siapapun dan sebelum aku harus kembali menetap di Los
Angeles. Tanpa rasa lelah, aku pun tetap berusaha menikmati kemacetan di
sepanjang jalan keluar dari bandara Charles de gaulie menuju Hotel Four Season karena
bibi Rozelle Hough, kakak dari ibuku telah menunggu disana guna menyambut
kedatanganku.
“Kendall” panggilnya dari
kejauhan dengan melambaikan tangan, membuatku lantas tersenyum dan segera
mengambil langkah kearah ruang tunggu tamu di lobby hotel ini tanpa menunggu Felix. “Bienvenue ma chérie”[3] sambutnya.
“Merci tante”[4]
“Oh, ma fée…”[5]
“Apakah aku membuatmu
menunggu terlalu lama Tante?”[6]
“Non Ken, calmez-vous”[7]
katanya seraya mengusap lenganku. “Hanya saja sepertinya dia sudah tidak bisa
menahan kantuk sampai Mère-nya tiba”[8]
“Pasti dia rewel sekali ya?”
tanyaku seraya membungkukkan tubuhku guna menciumnya yang sedang terlelap di stroller. “Hari ini dia bangun lebih
pagi dari hari-hari biasanya”
“Jadi, aku pikir itulah
sebabnya dia rewel dan kembali mengantuk di jam segini…”
“Aku harap kau tidak jengkel
padanya setelah ini Tante”
“Pengalamanku sudah banyak?!
Jangan khawatir..” ungkapnya berbangga diri, membuatku lantas tersenyum dan
memilih mengusap lembut pipinya dengan jari telunjukku.
“Maafkan Mommy ya sayang, kau pasti sangat bosan
ya menunggu Mommy datang?”
“Bukan masalah Mommy, yang terpenting Mommy sekarang ada disini” balasnya
menirukan suara bayi, namun aku hanya tersenyum dan tetap memandanginya di
dalam stroller.
“Have a nice sleep, ma fée. Nanti kita main bersama ya sayang?! Mommy janji, mulai detik ini Mommy akan selalu berusaha meluangkan
waktu lebih banyak lagi untukmu”
“Kendall?” panggilnya,
membuatku lantas menoleh dan di detik itu juga detak jantungku terasa berhenti
karena telah mengucapkan kata-kata demikian ketika bersisian dengan bajingan
sombong di seantero bumi. “Z-Zayn?”
“Kenapa kau ada disini?” tanyaku
yang membuat dirinya justru berjalan mendekat dan menutup jarak diantara kami.
Sedangkan aku, berusaha menutupi stroller
dengan lebih dahulu memposisikan diri untuk berdiri tegap. “Memangnya aku harus
minta izin terlebih dulu padamu jika aku ingin datang ke tempat ini?” balasnya
begitu sarkas.
“Mommy? Really Ken?”
“A-ap-a maksudmu? Aku tidak
mengerti” elakku yang kemudian membuat raut wajah bibi Rozelle terkejut seperti
ingin memarahiku, namun beruntungnya Felix telah tiba sehingga aku memantapkan
diri untuk berbalik badan guna memberikan stroller
ini padanya. “Tunggu Ken!”
“Dia siapa?” tanyanya
kebingungan. “Kenapa kau menyebut dirimu Mommy?”
“Kalian duluan saja ya?!
Nanti aku menyusul”
“Tapi, Ken-”
“Hanya sebentar Tante” selaku seraya memberi kode pada
Felix. “Mari, Madame…” ucapnya
mempersilahkan setelah berhasil menangkap kode dariku yang kemudian di setuju
olehnya dengan mengikuti langkah Felix memasuki elevator seraya mendorong stroller-dihadapannya.
“Ikut aku”
“Tidak mau!”
“Cepat!” paksanya yang
mengenggam erat lenganku.
“Tidak!”
“Jangan menentangku Kendall!”
bentaknya yang berhasil menarik perhatian seluruh orang-orang di lobby hotel ini, namun hal itu tidak
membuatku gentar atau malah mematuhinya. “Kalau begitu jangan memerintahku
sialan!” tentangku.
“Lebih baik kau lepaskan
tangan sialanmu ini! Sebelum semua orang berhasil mengabadikan keberadaan kita
berdua disini!”
“Aku bisa membungkam
mereka?!”
“Sombong!”
“Lepaskan tanganku!”
“Tidak!”
“Aku tidak akan
membiarakanmu pergi, sebelum kau lebih dulu menjelaskan semua yang aku dengar
tadi!”
“Memangnya kau pikir, kau
itu siapa?! Sampai-sampai aku harus menjelaskan apa yang tadi aku ucapkan
kepadamu?” tanyaku begitu meluap-luap. “I’am
your one-night sex partner!”
“And that’s the reason why i need an explanation from you!”
“So, she’s mine or not?”
“Zayn!”
“Berapa usianya?” timpanya
dengan tatapan tajam serta rahangnya nampak mulai mengeras, seolah
memperlihatkan padaku bahwa dia sedang berusaha keras untuk tidak bertindak
berlebihan kepadaku. “Jawab Ken!”
“7 bulan”
“Fuck you!” rutuknya seraya melepaskan genggaman tangannya dari lenganku
kemudian memilih untuk berbalik badan guna meredam emosinya. “Kenapa kau tidak
memberitahuku?”
“Untuk apa?”
“Bahkan kau telah
mengingatkanku tadi, bahwa we’re just
one-night sex partner!” kataku berusaha mencari persetujuan di kedua matanya
yang nampak memerah, namun hal itu nyatanya hanya sia-sia karena dia lantas
menghapus jarak diantara kami dan merengkuhku dalam pelukkanya. “Aku tarik
kembali kata-kataku tadi”
“Apa maksudmu?” tanyaku mulai
khawatir seraya menarik diri dari rengkuhannya, namun dia justru membawa tangannya
melingkar di pinggangku. “Datanglah nanti malam bersamanya. Penthouse-ku berada di lantai teratas
hotel ini” jawabnya.
Sialan! Dia tidak harusnya seperti ini.
Ting..tong..ting..tong…
Menunggu sejenak hingga
akhirnya bajingan sombong ini membukakan pintu penthouse-nya, aku pun merasa de
javu dengan caranya menatapku dari ujung kepala hingga ujung
kaki tepat seperti saat dia membuka kamar
hotelnya untukku waktu itu. Namun, bedanya kali ini dia lebih dulu mengambil
alih dia dariku. “Masuklah…”
“Kita perlu membahas banyak
hal malam ini”
“Apa yang ingin kita
bicarakan?” tanyaku begitu khawatir ketika melihat dia nampak nyaman
menyenderkan kepalanya di dada Zayn. “Nanti kita bahas…”
“Lebih baik kita makan malam
dulu. Ayo…” ajaknya seraya membantuku melepaskan jaket. “Thank’s”
Berjalan memasuki ruang tamu
yang berhadapan langsung dengan meja makan, tangisannya membuatku lantas
menoleh kearah Zayn disisiku yang kini nampak sibuk mengusap punggungnya. “Hey, it’s ok princess…”
“Tidak perlu menangis lagi”
“Daddy sudah disini bersamamu..” ujarnya berusaha menenangkan,
berbanding terbalik dengan apa yang saat ini aku rasakan ketika dia memanggil
dirinya sendiri dengan sebutan demikian. “Ken?”
“Ya?”
“Kenapa dia masih saja
menangis?”
“Mungkin dia haus Zayn”
kataku menanggapi ke bingungannya seraya meraih botol susu dari dalam tas Louis
Vuitton damier azur tipe neverfull gm yang aku bawa. “Ini,
berikan padanya…”
“Apa dia selalu seperti ini
ketika haus?”
“Begitulah caranya meminta”
“Siapa namanya?”
“Paris” jawabku bertepatan
dengan suara bel penthouse-nya yang
berbunyi, tanda bahwa seseorang ingin berkunjung ke penthouse miliknya ini. “Sebentar” katanya.
“Kau mengundang orang lain?”
“Hadirnya pengacaraku
sepertinya akan membantu permasalahan kita saat ini Ken” menerima Paris untuk
menggantikan posisinya, tidak membuatku lantas menerima apa yang baru saja dia
ucapkan. “Tunggu Zayn!”
“Ken, kau tenang saja?! Aku
mengundangnya datang kesini bukan untuk mengambil Paris darimu”
“Maksudmu?”
“Aku ingin namaku ada di
belakang namanya Ken”
“Tapi Zayn, kau-”
“Tenang saja, aku sudah
mengurus segalanya bersama pengacaraku dan kau hanya perlu menyetujui beberapa
perjanjian lainnya” jelasnya, berhasil membuatku terbelalak. “Perjanjian?”
“Ya, kita akan membuat
perjanjian diatas perjanjian” putusnya.
Membiarkan dia lebih dahulu
membukakan pintu untuk pengacaranya, kami pun sepakat untuk makan malam bersama
terlebih dahulu. Sempat berdebat untuk mendapatkan jalan tengah, akhirnya aku mengalah
dan meminta pengacaraku untuk datang saat ini juga. Dengan segala pertimbangan,
kali ini aku menyetujui pengacara kepercayaan bibi Rozelle untuk mendampingiku.
Duduk bersisian dengan Zayn
dan menyimak pengacaranya membacakan perubahan pada berkas-berkas kelahiran
milik Paris, berhasil membuat bayi dalam gendonganku ini merasa kebosanan dan
meminta perhatian lebih dariku. “Paris?!” panggilku mencoba memperingatinya
agar tidak menarik kacing kemeja yang aku gunakan.
“Jangan terlalu keras
padanya Ken” pintanya berhasil membuatku diam seribu bahasa. “Jadi, apakah kalian
berdua sudah sepakat dengan keseluruhan perubahan berkas-berkas mengenai Nona
Paris?”
“Sudah” ucap kami secara
bersamaan.
“Baiklah, kalau begitu
secepatnya saya akan mengurus berkas-bekas perubahan surat kelahiran Nona Paris
pada rumah sakit dan akan menghubungi kalian lagi begitu semuanya beres”
“Aku tidak ingin ada
kesalahan apapun, Zevant. Jadi pastikan kau tidak salah menuliskan perubahan
nama anakku”
“Paris Coleyn Malik, benar?”
tanyanya.
“Ya, kau benar” jawabku
mencoba mempersingkat waktu yang justru mendapat tatapan yang sulit aku artikan
dari Zayn. “Natalia, silahkan” ucap Zevant.
“Thank’s…”
“Sekarang saya akan awali
pembahasan kita mengenai kesepakatan yang ditetapkan dari klien saya, Nona
Kendall yaitu tentang co-parenting
agreement terhadap Nona Paris”[9]
“Dan silakan… saya
perkenankan anda untuk membaca isinya terlebih dahulu sebelum kita membahas
lebih lanjut” melihatnya menerima berkas yang diulurkan oleh pengacaraku,
Natalia Parceval Tamawijaya. Sontak membuat tanganku memeluk tubuh Paris lebih
erat dalam dekapanku.
“Baiklah, aku setuju dengan co-parenting agreements yang di ajukkan
Kendall terhadap anak kami. Tapi, aku ingin Kendall juga menyetujui non-marital cohabitation agreement yang
aku ajukkan. Bagaimana?” tawarnya. “Jangan keterlaluan Zayn”
“Aku melakukan ini untuk
masa depannya kelak?!”
“Tidakkah kau berpikir
sampai kesana?”
“Baiklah, nanti akan aku kirimkan
berkas-berkasnya melalui pengacaraku” jawabku yang membuatnya kemudian bergeser
posisi duduknya untuk mencium Paris dalam pelukanku. “Zavant, kau urus semuanya
dengan Natalia ya?”
“Tentu Zayn…” ucapnya
menyanggupi.
Flashback off
Masih
bergelut dengan pemikiranku sendiri karena tidak bisa memberikan jawaban atas
pembahasan kami bertiga di rooftops
tadi, tidak membuatku batal untuk melangkah kearah backyard guna bergabung makan malam bersama dengan mereka semua.
Lima kursi telah memiliki pemiliknya dan terlihat beberapa bodyguard telah lengkap dengan benda
terkutuk di sekitaran pinggang, posisi mereka kini pun tengah berjajar tegap di
sekitaran backyard guna mengontrol
situasi kedua kubu. Sialan!
Semakin dekat langkahku kearah mereka, membuat hawa panas
yang kental akan peperangan kian terasa karena mereka semua nampak saling
menatap tajam disana. “Selamat malam
Nona…”
“Malam, Felix”
“Hey, Ken..” sapa
Zayn yang sudah terduduk dikursi meja makan, membuatku lantas membalas
ucapannya hanya dengan tersenyum ramah kemudian memilih untuk menarik kursi yang
bersisian dengan Zayn sekaligus berhadapan langsung dengan Ibuku.
“Well, sepertinya
saya sudah tidak perlu lagi memperkenalkan putri saya yang satu ini kepada anda
Zayn?”
“Ya, kami sudah mengenal cukup lama”
“Cukup lama?” tanyanya seraya melemparkan tatapan tajam
kearahku. “Benar Dad, kami memang
sudah mengenal cukup lama”
“Tapi kami baru bertemu lagi tepat di acara ulang tahun
Hailey beberapa waktu lalu…” jelasku penuh dusta, hingga mendapat tatapan
ketidaksukaan dari Zayn. “Apa benar begitu Zayn?”
“Ya, itu benar” mendapatkan konfirmasi yang tepat dari Zayn,
pada akhirnya membuat ayahku mengangguk paham dan hal ini pun membuatku sedikit
bernafas lega.
“Terima kasih karena anda sudah bersedia datang Zayn” ucap
ibuku penuh basa-basi, membuatku menatapnya sinis kemudian memilih untuk
meneguk air putih dalam gelas yang saat ini aku genggam. “My pleasure…” balasnya penuh wibawa, membuatku rasanya ingin segera
mengusir dia pergi saja dari ruangan ini.
“Jadi, apa yang membuat anda tiba-tiba mengirimkan christmas hamper secara personal Zayn?” tanya
ayahku begitu to the point,
membuatnya kemudian membenarkan posisi duduknya namun tetap memperlihatkan
wajah angkuhnya. “Saya hanya sedang mencoba memanfaatkan momen-momen penting untuk
membangun relasi yang lebih baik dengan sesama pengusaha saja”
“Dan, sama sekali tidak ada alasan khusus…”
“Masuk akal?!” ujar Kate seraya menatap bergantian kearahku
dan Zayn. “Pernyataan di majalah itu juga cukup mendukung untuk memperkenalkan
siapa dirimu kepada sesama pengusaha lainnya…”
“Sehingga, para investor
kelas atas bersedia mengalihkan tatapannya padamu. Sangat persis seperti yang Brian
lakukan kepadamu saat ini?!” godanya yang berhasil membuatku menyinggung senyum
dan ayahku berdehem keras tanda bahwa dia merasa tidak terima. “Oh God?! Jangan bergurau Kate…”
“Ini sama sekali bukan ide-ku” jelasnya meluruskan.
“Tapi semua ini tidak akan terjadi tanpa kau lebih dulu
menyetujuinya Dad” timpa Kylie tanpa
permisi, yang kemudian Zayn respon dengan senyum tipisnya dan mengalihkan
tatapannya kearahku.
“Jadi, sudah berapa lama anda mengenal Kendall?” tanya ayahku
berhasil memutus tatapan kami dan membuat kepalaku lantas menunduk seraya
memilih menyibukkan diri dengan piring di hadapanku, sebab aku enggan menjawab
pertanyaan ini yang sebenarnya sudah susah payah aku hindari sejak tadi.
“Saya telah mengenal Kendall dari beberapa tahun yang lalu…”
“Tepatnya ketika kami tidak sengaja berada di salah satu
acara after party yang di adakan oleh salah satu brand ternama
asal Paris yang menjalin kerjasama dengan saya pada saat itu di New York”
“Dan seperti yang telah Kendall katakan…”
“Kami baru kembali bertemu beberapa waktu lalu di pesta ulang
tahun Hailey” jelasnya yang menyesuaikan jawabanku diawal dan tidak sesuai
dengan fakta yang sebenarnya, bahwa kami selalu intens bertemu untuk mengunjungi Paris. “Astaga Zayn…”
“Aku tidak menyangka ternyata masih ada saja pria yang bisa
menceritakan pertemuan pertamanya dengan cukup spesifik setelah beberapa tahun berlalu” ucap Kylie yang berdecak kagum
dan diindahkan oleh Zayn dengan sebilah senyum, sehingga cukup membuat keadaan
justru semakin menegang. “Kau berlebihan
Kyl?!”
“Jangan seperti itu!”
“Biarkan tamu kita lebih dulu menikmati hidangannya...” putus
ibuku, membuatku sedikit bernafas lega dan mulai menikmati makan malam dengan
tenang walaupun aku tau bahwa perasaanku akan turun naik seperti ini untuk
beberapa jam kedepan.
“Hmm.. Kris, Brian…”
“Sepertinya aku dan Kylie akan melihat-lihat sebentar kesana”
“Tidak masalahkan kalau kami tinggal?” izinnya ketika makan
malam usai, membuat ibuku lantas menatap bergantian kearah ayahku dan Zayn yang
masih saling melempar tatapan permusuhan.
“Don’t worry Mom?!”
“Aku berjanji tidak akan merubah sedikit pun konsep yang
telah kau persiapkan untuk acara malam ini..”
timpa Kylie yang di dukung oleh Kate dengan sebuah anggukan kepala, membuat ibuku
setuju dengan menganggukkan kepala seraya tersenyum hangat kearah Kate dan
Kylie. “Pergilah..”
“Zayn kami tinggal sebentar ya?” ucap Kate.
“Silakan..” jawabnya berupaya menanggapi.
Setelah keduanya pergi ke arah stand yang sudah disusun untuk meletakkan berbagai hidangan acara malam
natal, tidak membuat semuanya menjadi lebih baik dan aku justru merasa seperti
tidak memiliki dukungan sekarang.
Terlepas dari bagaimana sebenarnya perasaan Zayn terhadapku
atau pun bagaimana perasaanku terhadapnya, biarlah itu menjadi urusan kami masing-masing
dan tidak perlu juga salah satu dari kami bersusah payah untuk menunjukkannya
atau menjelaskan kepada siapapun termasuk kepada kedua orangtuaku seperti saat
ini. Karena, mau sampai kapan pun juga?! Kami telah sepakat bahwa tidak akan
pernah mendeskripsikan seperti apa sebenarnya hubungan yang terjalin di antara
kami.
“Bisakah kita
langsung to the point saja Mom, Dad?” tanyaku yang
mencoba mengambil alih situasi, hingga kemudian di sanggupi oleh ayahku dengan
tersenyum penuh kemenangan karena akhirnya aku mengucapkan kata-kata penuh
permohonan kepada mereka.
“Zayn Javvad
Malik, putra dari sahabatku Simon Malik sekaligus CEO (Chief executive officer) dari perusahaan Ferro Malik
Warrior S.p.A”
“Bisakah anda
menjauh dari kehidupan putriku, Kendall Jenner?” tanyanya seraya menatap lekat
Zayn dan juga sedikit melirik kearahku, sehingga dapat aku simpulkan bahwa
ayahku kali ini benar-benar merasa kecewa terhadapku. “Sorry, Brian…”
“Telah menyandang
nama keluarga Malik dibelakang namaku, rasanya akan sangat tidak adil bukan
kalau sampai aku tidak memanfaatkannya dalam hal ini?”
“So, saya pikir ini adalah momen yang
tepat untuk mendapatkan apa yang saya inginkan dan untuk permintaanmu yang satu
itu rasanya akan sangat mustahil bagiku memenuhinya” terkejut atas penjelasan
yang dia berikan, membuatku lantas mendenguskan nafas lelah karena tidak
percaya bahwa dia berani berucap seangkuh itu kepada ayahku. “Dangar Zayn?!”
“Sampai
kapanpun juga, baik Kendall ataupun Kylie tidak akan pernah saya biarkan berhubungan
apa lagi sampai menjalin hubungan dengan para pengusaha seperti anda” jawab
ayahku seraya memancarkan tatapan permusuhan kepada Zayn.
“Baiklah
kalau begitu…”
“Mari kita
lihat bagaimana kedepannya?!”
“Anda tetap
pada keputusan anda, saya pun akan tetap dengan keputusan saya” tuturnya yang
menanggapi ucapan ayahku dengan santai seraya menatapku lekat, sehingga aku
lantas merespon tatapannya itu dengan meninggikan sebelah alis karena merasa
bahwa dia telah melewati batas. “Come on,
don’t act like a child?!”
“Tidak
seharusnya kau membuat hubungan keluargamu dengan keluarga ini sebagai sesama
pengusaha menjadi rusak, Zayn?!” peringat ibuku seraya menghentakkan gelas wine miliknya di meja ini dan sontak hal
ini membuatku melempar tatapan terkejut, tetapi tidak dengan Zayn yang masih
terlihat santai di tempatnya. “Baiklah, pembicaraan selesai dan lebih baik anda
mundur secara perlahan dari kehidupan Kendall?!”
“Sebelum
segalanya semakin rumit…” peringat ayahku yang berhasil membuat rasa takut
muncul dalam hatiku. “Kalau begitu jangan menghalangi jalan saya untuk
mendapatkan apa yang saya inginkan?!”
“Well, setidaknya biarkan semua tetap
seperti ini…” balasnya yang masih tidak mau kalah dengan intonasi santai,
seolah kata-katanya itu benar-benar serius menginginkanku. “Dengar!”
“Diluar sana
masih banyak wanita yang bisa anda dapatkan atau bahkan mereka bersedia secara
suka rela melempar dirinya kepada anda?!”
“Jadi,
berhentilah menginginkan putriku seolah anda benar-benar akan mati jika tidak
bisa bersama dengannya?!” sindir ayahku, sehingga berhasil membuat Zayn
berdecih remeh. “Saya bukan pria melankolis, Brian?!”
“Saya lebih
suka menunjukkan kesungguhan saya?!” katanya.
“Lebih baik
anda simpan saja kesungguhan anda itu?!”
“Karena
sampai kapanpun juga, anda tidak akan pernah mendapatkan tempat di keluarga
kami” tekannya. “Baiklah…”
“Maka jangan
membatin kalau nanti akan ada banyak permainan ranjang yang kami lakukan
dibelakang kalian” menatapnya dengan tatapan tidak percaya, bersamaan dengan
itu pula ayahku kemudian bangkit dari keterdudukkan dan menarik kerah baju yang
di kenakan oleh Zayn. “Bajingan!”
“Beraninya
kau!”
“Brian..”
lerai ibuku dengan nada tinggi seraya ikut berdiri untuk menahan tangan ayahku
yang kini tengah mencengkram erat kerah baju milik Zayn, sehingga hal ini pun
memancing kedua bodyguard Zayn menjadi melangkah maju guna
membela majikannya namun segera dihalangi oleh bodyguard ayahku.
“Jangan
lupakan anda sedang berada dimana sekarang, sialan!”
“Sudahlah..”
keluh ibuku sekali lagi seraya mengusap bahu ayahku, sedangkan aku justru
berupaya menjadi pembatas dari kepalan tangan ayahku yang ingin terarah ke
wajah Zayn dengan memberikan tatapan memohon agar mau menyingkirkan tangannya
itu.
“Please..
Dad?!”
“Aku mohon…” pintaku
dengan nada rendah, karena tidak ingin jika semua pelayan Mansion
dan orang-orang yang sedang bekerja untuk mempersiapkan acara pesta malam natal ini malah
menjadikan kami sebagai bahan tontonan gratis.
“Jangan
memohon kepadaku demi membela bajingan sepertinya Ken?!”
“Ya, aku
memang bajingan?!”
“Tapi,
bajingan inilah yang selalu mengaggumi putrimu”
“Simpan semua
omong kosongmu sialan?!” peringatnya dengan penuh amarah dan semakin mencengkram
erat kerah baju yang di kenakan oleh Zayn, seolah apa yang telah aku ucapkan
hanyalah angin lalu. “Dengarlah permohonan putrimu Brian…”
“Lepaskan
saja bajingan ini?!” tutur ibuku guna menengahi.
“Tidak, ketika
dia hanya ingin membela bajingan ini Kris?!”
“Dan apakah
salah membela pria yang menja-?”
“Zayn please?!”selaku sebelum dia mengakhiri
kalimatnya.
“Kau jangan semakin
memperkeruh suasana?!” peringatku.
“Kenyataannya
aku hanya ingin dia mengerti Ken?! Bahwa berpaling itu bukanlah suatu perkara
yang mudah” jawabnya yang masih bersikap angkuh dan terkesan menganggap remeh ucapan
penuh peringatan dariku, kemudian dengan kasar dia berhasil menyingkirkan
cengkraman tangan ayahku di kerah bajunya.
Tidak habis
pikir kalau dia akan bertindak seperti ini, membuatku kemudian beralih
menatapnya dengan tatapan meremehkan dan menjadi memutar bola mata malas.
Sebab, bagaimana mungkin dia dengan santai mengibarkan bendera perang kepada
ayahku tanpa memikirkan hal yang akan terjadi selanjutnya.
Tidak waras!
“Zayn,
sebaiknya kau perg-” belum sempat aku menyelesaikan seluruh perkataanku,
dirinya justru menarik wajahku tepat ke hadapan wajahnya dan tanpa aba-aba dia
mengelumat bibirku penuh gairah tepat dihadapan semua orang termasuk ayahku
yang bahkan baru saja mengurungkan niat untuk memukul wajahnya.
Dengan tubuh yang masih mematung di tempat dan dengan dirinya yang kini telah selesai mencecapi manis bibirku, seketika tatapan kami pun menjadi saling bertemu karena kedua tangannya yang menangkup pipiku berhasil memaksa agar aku mau melihat tatapan itu lagi dan kedua ibu jarinya mengusap lembut bibirku. Melihat tatapan miliknya yang sama seperti satu tahun yang lalu ketika aku melakukan hal yang tidak dia sukai, membuatku kesulitan menghirup udara disekitar dan tubuh seketika berubah menjadi tegang.
[1] Non-marital cohabitation
agreement adalah perjanjian hidup bersama tanpa menikah mengenai property
bersama, yang terdiri dari: a.) pengungkapan asset pribadi, b.)hak kekayaan, c.)akusisi
terpisah dan bersama, d.)akun bank bersama, e.)pengeluaran kebutuhan bersama, f.)hadiah
dan warisan, g.)pengalihan hak kepemilikan, h.)pertimbangan untuk perjanjian
dan i.)penghentian perjanjian.
[2] STD (sexually transmitted disease) adalah penyakit
menular sexual uang didapatkan karena berhubungan seks dengan seseorang yang
terinfeksi penyakit kelamin.
[3] Bienvenue ma chérie : selamat datang sayangku
[4] Merci Tante : terimakasih bibi
[5] Oh, ma fée : Oh peri kecilku
[6] Tante : Bibi
[7] Non Ken, calmez-vous : Tidak Ken, Tenanglah
[8] Mère : Ibu
Komentar
Posting Komentar