DIRTY BUSINESS - 8

 erjalan kearah ruang tengah dan segera terduduk di sofa berwarna cream, setelah sebelumnya melakukan kembali meditasi dengan Rue dan lebih dahulu membersihkan diri selama beberapa menit dalam kamar mandi. Tanganku pun terulur meraih ramote televisi dan menekan tombol power.

Menyandarkan punggung dan mendekap bantal sofa seraya terus mengganti satu channel ke channel yang lain, kedua telingaku pun lantas responsif mendengar suara langkah seseorang yang kini semakin mendekat.

Menatap sekilas kearahnya yang mengambil posisi terduduk disisi kananku dengan senyum yang mempatri bibirnya, membuatku memilih mengabaikan kehadirannya dan kembali fokus menatap ke arah layar televisi tanpa mau susah payah menyapa atau sekedar basa-basi menanyakan kabarnya pagi ini.

“Aku pikir kau tidak menyukai tontonan seperti ini Ken?” mengerutkan dahiku ketika dia berhasil mengaburkan seluruh pemikiran, membuatku lantas menoleh kearahnya.

“Kenapa?”

“Kau mau mengejekku karena ternyata aku menyukai tontonan seperti anak kecil, begitu?” tanyaku dengan nada tak terima, mengingat ini sama sekali bukan urusan dia mengenai apa yang aku suka dan tidak suka. “Aku hanya bertanya Ken…”

“Lagi pula aku juga sangat tertarik dengan sifat yang dimiliki oleh si bintang berwarna merah muda itu?!”

“Dia terlalu polos dan konyol” meninggikan sebelah alisku atas apa yang dia ucapkan, membuatku lantas menatap bergantian kearah televisi dan dirinya yang nampak begitu serius mengamati Patrick yang terlihat berusaha menangkap ubur-ubur di dalam layar televisi.

“Dia setia” jelasku menanggapi perkataannya yang kemudian membuatku sedikit menyesal karena telah mengatakan kata di akhir kalimatku sendiri. “Ah lihat?!”

“Rupanya mendeskripsikan sifat seseorang memang akan jauh lebih mudah, dari pada mendeskripsikan sifat dalam diri sendiri ya?” balasnya yang tak mau kalah membuatku lantas menghembuskan nafas kasar. Oh gosh!

“Kau menyindirku?” tanyaku sedikit tersinggung dan lantas dia hadiahi dengan tawa. “Nope

“Bukan begitu maksudku Ken…”

“Hanya saja, apakah hal itu cukup untuk membenarkan bahwa itu adalah sifat yang memang sesungguhnya dia miliki?” mengerti akan kemana arah pembicaraan kita saat ini, membuatku bersikukuh memfokuskan pandangan kearah layar televisi.

“Perlu kau tau Ken…”

“Serapat apapun seseorang menutupi sifat aslinya, orang lain pasti akan tetap memiliki celah untuk melihat sifatnya itu” jelasnya, membuat hatiku sedikit tercubit namun tak membuatku lantas menoleh kearahnya. “Ya, dan kau pun perlu tau?!”

“Bahwa kau benar-benar sangat mengganggu ketenanganku pagi ini” ujarku secara sarkas.

“Niall adalah putraku satu-satunya”

“Oh God, hentikan. Please…

“Aku tidak ingin mendengarkan curhatanmu!” tukasku.

“Leo dan aku membesarkannya penuh dengan cinta dan kasih, seakan hadirnya adalah nyawa bagi kami. Dan bisa saja hidup kami akan langsung selesai kalau dia tidak lagi ada diantara kami” mendengar dengan jelas apa yang baru saja dia ucapkan, membuat perasaanku lantas bergejolak didalam sana.

Sehingga, aku ulurkan tanganku menekan tombol pada remote untuk meninggikan volume televisi dan tidak menghiraukan keberadaannya disisiku seolah aku sedang sendirian di ruangan ini. Tetapi, dengan lancangnya dia justru merebut remote yang masih ada dalam genggamanku dan menekan tombol menggecilkan volume televisi.

Hal ini pun berhasil membuatku seketika menoleh kearahnya yang mana saat ini dia juga sedang menatap kearahku. Saling bertukar pandang dengannya dalam diam, membuatku hatiku menumpat kesal dan segera membuang pandangan kearah lain sebelum dia melihat sesuatu dalam diriku. “Baiklah, kalau begitu silahkan menikmati ruangan ini sepuasmu”

“Duduklah” pintanya yang berhasil mencekal tanganku.

“Tid-” belum sempat aku memprotes, dia lebih dahulu menarik tanganku sehingga aku kembali terduduk dan dia kembali berbicara.

“Niall adalah tipe orang yang jarang sekali mengeluh?!”

“Persis sepertimu Ken..”

“Selalu suka memendam perasaannya sendiri”  

“Dan hal itu pun berlaku hingga dia mulai tumbuh menjadi remaja. Tapi parahnya, pada saat itu aku dan Leo tidak bisa selalu berada sisinya karena urusan pekerjaan”

“Cukup Kate, aku tidak ingin mendengarkan cerita pribadi mengenai keluargamu!” keluhku.

“Kau harus mendengarkannya Ken?!”

Well, setidaknya kau tidak akan merasa tersingkirkan atau pun merasa menjadi orang asing ketika nanti Gemma lebih tau tentang Niall…” tergelak atas perkataannya, satu alisku pun lantas meninggi karena kata diakhir kalimatnya. “Kenapa harus Gemma?”

“Gemma adalah satu-satunya wanita yang berhubungan intens dengan Niall selain dirimu Ken”

“Dan bukan hal yang tidak mungkin untuk mereka bertukar cerita perihal urusan pribadi satu sama lain”

“Hahaha, Come on Kate..”

“Jangan berkata seolah-olah aku adalah kekasih yang harus cemburu akan kedekatan diantara mereka berdua” peringatku seraya memandangnya tajam, hingga terdengar helaan nafas darinya. “Ya, mungkin hal itu memang mustahil terjadi…”

“Tapi, sebagai sahabat dan juga pasien pertamanya?!”

“Apa kau benar-benar tidak ingin mengetahui alasan mengapa Niall memilih menjadi seorang dokter psikolog?”

“Karena itu keahliannya dan akulah buktinya” tuturku yang lantas dia setujui dengan anggukkan kepala. “Itu benar. Tapi ada alasan paling mendasar, mengapa pada akhirnya dia memutuskan untuk menjadi seorang dokter psikolog Ken”

“Ingin sepertimu mungkin?”

“Aku dokter psikiater, bukan psikolog”

“Sama saja?!” ucapku yang segera dia bantah dengan menggelengkan kepala, kemudian menatapku begitu sungguh-sungguh dan berhasil membuatku salah tingkah. “Tugas kami berbeda…”

“Dia tidak bisa memberikan resep obat, sedangkan aku bisa” 

“Ya, dan itulah alasannya kenapa aku lebih suka jika Niall yang menanganiku dari pada dirimu” ucapku yang kemudian berhasil menimbulkan seringaian tawa dibibirnya.

“Anakku memang pandai memberikan kedamaian di hati seseorang tapi sayang dia tidak pandai memberikan kedamaian di otak seseorang, bukan begitu?” tanyanya begitu percaya diri, sedangkan aku yang paham tentang apa yang dia maksud lantas mengendikkan kedua bahu seta memutar bola mata malas.

“Niall adalah anak yang berbeda dari anak lainnya”

“Maksudmu?” tanyaku agak kebingungan. 

“Dia tidak pernah pergi keluar rumah di akhir pekan atau pun sekedar bersenang-senang di sebuah club malam untuk mabuk dan pulang hingga pagi dini hari” jelasnya yang justru semakin memperdalam kerutan di dahiku, pasalnya bukan sesuatu yang salahkan kalau seorang anak tidak memilih menjadi brengsek. Itu pilihannya, sangat wajar dan tentu hal itu bisa terjadi kepada siapapun.

“Harusnya kau bersyukur karena memiliki anak yang tidak suka membuat masalah” seperti tertampar atas ucapanku sendiri, tidak membuat dirinya lantas terkejut dan malah menghadiahiku senyum tipis dengan pandangan kosong di kedua matanya. “Tadinya aku juga berpikir hal yang sama denganmu Ken. Tetapi, saat itu aku terlalu khawatir…”

“Kau berlebihan?!” 

“Bukankah itu hal yang wajar bagi mereka yang memiliki sifat introvert?” tebakku, membuatnya menghembuskan nafas kasar dan menggelengkan kepala seraya menggenggam tanganku erat. “Benar, tapi tentu saja ada sebabnya kenapa dia sampai begitu”

“Ok, lalu apa yang membuatnya begitu?”

“Setelah mencari tau lebih dalam, akhirnya aku mendapatkan infromasi bahwa Niall ternyata korban bullying di sekolahnya”

What?!” ucapku begitu terkejut ketika mendapatkan fakta baru mengenai Niall yang bersumber langsung dari ibunya.

“Kau bercandakan?”  

“Tidak pernah sedikit pun terlintas dalam pikiranku untuk menjadikan anakku sendiri sebagai bahan candaan Ken?!” katanya. “Sorry Kate, aku tidak bermaksud”

It’s ok..”

“Apa dia mengalami trau-”

“Tidak” selanya seolah sudah bisa menebak apa yang ingin aku tanyakan. “Dia terlalu kuat dan aku bersyukur hal itu tidak menimpa dirinya” lanjutnya dan berhasil membuatku kehilangan kata-kata.

“Dan itulah kenapa dia lebih cenderung menjadi introvert serta lebih tertarik untuk mendengarkan keluhan dari para pasien, dari pada menjadi sepertiku yang senang memberikan harapan walaupun kecil kemungkinannya untuk pulih kepada para pasien” jelasnya dengan raut wajah sendu, namun tatapan matanya sudah tidak lagi sekosong sebelumnya. Seperti, sedikit memancarkan harapan. “Niall selalu ingin melihat orang-orang didekatnya bahagia”

Well, itu adalah alasan yang cukup mulia..” pujiku.

“Ya kau benar, itu memang terdengar membanggakan walaupun dia sendiri masih suka memendam perasaannya”

“Itu sudah menjadi bagian dari sifatnya Kate?!”

“Dan kau tidak bisa merubahnya” tekanku seolah sedang membela diri sendiri.  “Masih bisa dirubah Ken?!”

“Karena pada dasarnya sifat seseorang itu juga bisa terbentuk dari berbagai aspek

“Dan dari sifat Introvert yang dimiliki oleh Niall. Teman-temannya lah yang dengan sengaja membentuk sifat itu didalam diri anakku” jawabnya dengan nada bergetar, membuatku kemudian segera menghapus air mata yang tiba-tiba mengalir di kedua pipinya.   

“Hidup terkadang memang tidak adil..” tuturnya, yang kemudian aku lanjutkan. “Maka biasakanlah dirimu. Benarkan?” di setujui dengan mengangguk dan tersenyum, membuatku lantas menggenggam tangannya. “It’s ok..”

“Terkadang menerima sesuatu hal yang tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan memang tidaklah mudah”

“Tapi Kate... jangan lupa juga bahwa banyak orang diluar sana yang justru meninginkan kehidupan sepertimu yang kau bilang tidak adil ini” peringatku, sehingga aku merasa seperti kembali menampar diri sendiri. “Kau benar..”

“Tapi, lupa bersyukur sepertinya memang sudah menjadi bagian dari sifat manusia bukan?” tanyanya yang menatapku lekat seraya membalas genggaman tanganku, sedangkan aku lantas mengangguk pasrah dan tersenyum tipis. “Satu tahun hanya berkomunikasi melalui virtual chat, rasanya ada banyak hal yang berubah darimu Ken?!”

“Sama sekali tidak ada yang berubah dariku Kate” tepisku tanpa ragu, sebab aku bisa menebak akan kemana arah pembicaraan kami selanjutnya. “Secara fisik jelas sekali kau sangat berubah Ken”

“Semakin kurus?” tebakku.

“Itu benar?!”

By the way, kau masih menggunakan resep obat dariku atau-”

Mom tidak akan membiarkanku mencari dokter lain” selaku.

“Dia terlalu percaya padamu dan juga Niall”

“Dan apakah kau tidak percaya pada kami?”

“Entahlah...”

“Kenapa? Apa kau ragu?” tanyanya dengan raut wajah yang sulit untuk aku artikan, namun aku bisa menangkap dari sorot matanya yang sedang mengamatiku baik-baik. “Mungkin…”

“Sebab, selama ini nyatanya apa yang telah kalian berikan tidak terlalu banyak memberikan efek untukku”

“Dan semakin kesini aku merasa durasinyanya sangatlah cepat dan mimpi buruk itu terus saja berulang. Sehingga, mengharuskanku untuk terjaga dalam beberapa malam”

“Kalau begitu datanglah untuk berkunjung pada awal tahun di minggu pertama nanti Ken…”

“Sebelum aku kembali ke New York dan kau yang nantinya akan semakin kesulitan menjalankan aktifitasmu” sarannya.

“Akan aku usahakan” jawabku yang tidak memberikan kepastian, hingga menimbulkan kerutan di dahinya. “Oh come on…”

“Awal tahun nanti pasti para paparazzi akan begitu gencar mencari berita tentang kehidupanku saat ini. Dan aku tidak ingin mereka mengkaitkan berita tentang produk baru di butikku musim depan dengan pertemuan kita”

“Kau tentu mengerti maksudku-kan Kate?” tanyaku setelah memberikan penjelasan singkat yang kemudian dia setujui dengan mengangguk. “Tidak ingin mencampur urusan pribadi dengan bisnis?!”

“Aku mengerti Ken…”

“Tapi tetap kabari aku kalau kau bisa ya?” mendengar peringatan darinya, membuatku lantas mengangguk seraya tersenyum padanya dan mulai mengakui bahwa dia tidak semenyebalkan yang aku pikir. “By the way, Kate…”

Next time ingatkan aku untuk menyingkirkan televisi ini jika kita sedang bercerita” melihatnya mengangguk mengerti dan mengendikkan bahu asal, membuatku mengerti bahwa aku rasa ini cukup untuk memulai awal yang baik. “Kapan pun, terserah padamu” putusnya.

                

Bangkit dari keterdudukan seraya berlalu dari sisinya menuju ke arah dapur kotor, langkahku pun berhenti tepat di hadapan lemari pendingin dan meraih paper bag berwarna putih yang sejak semalam aku sembunyikan. Mulai mengeluarkan kotak dari dalam paper bag, membuatku lantas menyinggung senyum karena mendapatkan satu kotak hitam berukuran kecil sebagai christmas hamper atau mungkin permintaan maaf dari Harry semalam.

Membaca kotak berwarna hitam yang bertuliskan Longmorn, sialnya berhasil membuat kedua mataku membulat sempurna dan segera mengedarkan pandangan ke sekeliling karena aku tidak ingin seseorang sampai melihat kotak berisikan minuman berakohol jenis whisky dengan kadar 48%.

Dengan tergesa aku pun memasuki kotak ini kembali kedalam paper bag. Namun, tiba-tiba saja deheman seseorang dari arah belakang punggung membuatku segera menggeser paper bag ini dan berbalik badan menghadap ke arah sumber suara.

“Kita perlu bicara Ken” menelan siliva secara kasar dan bingung harus menyetujui ucapannya atau menghindarinya, segera aku pun membuang nafas kemudian memilih untuk mengikuti instingku saja kali ini. “Aku lelah Mom…

“Nanti saja ya kita bicaranya?!” putusku begerak risau namun tetap berusaha menampilkan raut wajah tenang.

Bodoh?!

Makiku dalam hati, ketika kemudian dia menggeser posisi tubuhku kesisi lain dan berhasil menemukan keberadaan benda yang memang sedari tadi sedang berusaha aku sembunyikan darinya. Sehingga, tanpa berlama-lama dia mengeluarkan isi dalam paper bag berwarna putih dan menyinggungkan seringaian angkuh ketika membaca tulisan yang terpampang di kotak berwarna hitam itu.

See?! Aku rasa sudah jelas bahwa kita benar-benar harus berbicara sekarang?!”

“Oh tidak, tidak..”

“Lebih tepatnya adalah kau yang perlu menjelaskan tentang minuman ini dan banyak hal lainnya kepadaku”

“Ya, itu pun kalau kau memang tidak ingin Brian sampai mengetahui kalau kau menyimpan minuman ini dan sebuah rahasia lainnya” ucapnya setelah memasukkan kembali kotak itu ke dalam paper bag, membuatku lantas memutar bola mata jengah seraya terpaksa mengangguk setuju kemudian dengan berat hati mulai mengekori ke arah ruang kerja pribadi milik Ayah dan Ibuku.

Melewati lorong galery dengan penerangan lampu yang tidak terlalu terang dan di setiap dinding sisi kanan serta kiri terdapat lukisan yang biasanya didapat dari pelelangan, termasuk satu buah lukisanku pertamaku dengan ukuran 24 x 36 vertikal yang menggambarkan sesosok wanita dengan lima cahaya.

Dimana, lima cahaya itu berada di beberapa tempat berbeda dan hanya ada satu cahaya yang memiliki warna berbeda. Ya, warna itu adalah warna hijau yang terletak tepat di bagian dada dan melambangkan tanda kedamaian serta keseimbangan sekaligus penyembuhan.

Lukisan dengan judul lumiére dans les ténèbres’[1] itu sebenarnya adalah salah satu curahan hatiku ketika berusia 15 tahun dan aku menyembunyikan lukisan itu di suatu tempat untuk waktu yang sangat lama, hingga kemudian ayahku berhasil menemukannya tepat ketika kami sekeluarga memutuskan untuk pindah ke Los Angeles dan menempati Mansion ini.

“Caranya saat menatap lukisan itu sangat berbeda ketika kau memutuskan untuk meneruskan study-mu di Parsons School of Design, dengan kau yang memutuskan untuk tidak lagi tinggal bersama kami di Mansion ini”

“Bahkan, akhir-akhir ini dia lebih sering menghabiskan waktunya disini hanya untuk memandangi lukisanmu itu dari pada berkutat di ruang kerjanya” tertohok begitu dalam atas apa yang ibuku ucapkan, membuatku lantas tersenyum masam kemudian.

“Kau bisa melelangnya kalau kau mau Mom?!” usulku dengan pembawaan santai tanpa ada nada yang bisa memancing perdebatan diantara kami.

“Membuatnya menjadi marah besar dan pada akhirnya liburan kita bersama keluarga Horan batal?”

“Oh thanks, Ken. That's really bad idea?!” tidak perduli atas sarkasme yang dia ucapkan, dengan santai aku melipat kedua tangan di dada seraya mengendikkan bahu begitu asal. “Kalau begitu jangan menceritakan kesedihannya padaku”

“Sebab, itu sama sekali tidak bisa merubah keputusanku untuk tidak lagi tinggal bersama kalian” tekanku yang memutar balikkan keadaan dan dia balas dengan helaan nafas kemudian. “Yaampun Ken, kau adalah anakku?!”

“Di darahmu juga mengalir darahku”

“Dan sikap keras kepalamu itu adalah turunan dariku”

“Jadi, tentu saja?! Aku tidak akan keberatan kalau harus melawan sikap keras kepalamu itu. Sebab, aku hanya ingin segalanya yang terbaik untukmu” terangnya masih dengan nada rendah, namun raut wajahnya kali ini benar-benar serius dan tatapannya juga begitu sulit untuk di artikan. “Terserah…”

“Yang jelas aku tidak perduli dengan apa yang kau inginkan untukku Mom?!

“Jadi, berhentilah berpikir seolah apa yang kau inginkan adalah hal paling baik untukku” pintaku dengan nada penuh penekanan yang justru dia tanggapi dengan menyinggungkan senyum tipis.

“Dengar… sejujurnya bukan masalah besar kalau pun kau memang tidak ingin lagi tinggal bersama kami disini Ken?!”

“Karena kami pun juga telah terbiasa tanpa kehadiranmu”

“Itu bagus…”

“Lalu apa masalahnya?” tanyaku yang mendapati dengusan nafas lelah darinya. “Masalahnya adalah kau telah banyak berbohong Kendall. Dan aku tidak bisa jika harus terus menerus menyembunyikan segalanya dari Brian”

“Apa yang kau inginkan sebenarnya Mom?” tanyaku bermaksud memberinya penawaran, karena aku tidak ingin menerima ancaman darinya terus menerus dengan menjadikan ayahku sebagai alasannya.

“Kesembuhanmu! Hanya itu yang aku inginkan”

“Tapi-”

“Tidak ada tapi Ken?!” selanya seraya memberikan tatapan peringatan, sedangakan aku hanya bisa menghirup udara banyak-banyak dan pasrah berjalan kearahnya yang kini sudah berbalik menghadap kearah pintu kaca dan tengah menempelkan ibu jarinya ke alat yang terlekat pada dinding. “Duduklah, karena aku perlu mendengar banyak penjelasan darimu…”

Di dominasi dengan warna cokelat dan beraroma citrus yang berpadu padan dengan unsur kursi dan meja kayu dalam ruangan ini, membuatku memutar ingatan dan mulai menyadari bahwa tata letak benda-benda di dalam sini telah berubah dari terakhir kali aku tinggal di Mansion ini.

“Lihatlah hasil dari perbuatanmu…” meraih majalah yang dia lempar ke meja yang ada tepat di hadapanku, yang mana saat ini aku sudah terduduk di sofa. Seketika, tubuhku pun menegang karena mendapati wajahnya yang menjadi cover majalah dalam genggamanku ini.

I would date a model, but I would rather marry a business women - Z

“Bajingan itu sepertinya sengaja sekali memberikan pernyataan seperti itu?!”

“Apakah kau ikut andil atas semua omong kosong ini Ken?”

“Jangan menuduhku!” tepisku yang keberatan.

“Lantas, tidakkah kau jijik dengan pernyataannya yang terlalu percaya diri itu? Seolah olah dia begitu ingin memperjelas kepadaku tentang bagaimana kalian kedepannya?”

“Sudahlah, abaikan saja Mom” balasku seraya meletakkan kembali majalah tersebut diatas meja.

“Anggap saja statement yang dia berikan itu memang untuk menarik perhatian model lain yang ingin berkencan dengannya” tepisku yang tidak ingin lagi membahas perihalnya, tetapi sekali lagi ibuku dengan segala egonya kembali menguji kesabaranku. “Dan kau menunggu sampai dia menyertakan namamu disana lebih dulu, begitu?”

Come on, aku sedang tidak ingin kita kembali berdebat Mom

“Aku pun demikian Ken”

“Yasudah selesai kalau begitu?!”

“Tentu?! Asalkan kita menyelesaikannya saat ini juga”

“Maksudnya?”

“Aku ingin kau melakukan sesuatu Kendall, agar masalah ini benar-benar selesai” meninggikan satu alisku karena ucapannya, segera aku pun menggeleng cepat sebagai tanda penolakkan. “Kami tidak membuat masalah apapun Mom?!

“Baiklah, kalau begitu jangan harap Brian tidak akan mengetahui tentang hubungan diantara kalian setelah ini”

“Jangan mengancamku Mom?”

“Tidak sama sekali?!”

“Justru, aku memberikan solusi agar perasaannya tidak semakin jadi terhadapmu dan membuat segalanya semakin rumit”

“Itu tidak akan pernah terjadi!” jelasku sekali lagi, namun dia justru menggenggam tanganku erat. “Kalau begitu buktikan?!”

“Baiklah, bagaimana?” tantangku pada akhirnya.

“Berada lah disisi Justin di sepanjang acara malam natal nanti, karena aku tidak ingin kau kembali berdekatan dengannya dan berakhir mengacaukan acara” menoleh dengan menatapnya tajam serta membendung perasaan kecewa karena permintaannya yang menurutku sangat konyol, membuatku akhirnya berdecih dan bangkit dari keterdudukan. “Tidak?!”

“Aku tidak ingin melibatkan siapapun”

“Terlebih, membuat semua orang menduga bahwa berita aku dan Justin madalah benar bahwa kami sedang menjalin kedekatan?!”

“Kendall Jenner?!” menutup mata seraya menghentikan langkah karena dia berucap dengan tegas dan intonasi yang meninggi, berusaha aku pun menghidup nafas dalam-dalam dan melepaskan kepalan tangan yang begitu erat di sisi tubuhku. “Kau mau kemana?”

“Aku belum selesai berbicara denganmu!” katanya.

Oh come on, Mom. Sadarlah?!”

“Permintaanmu itu sangatlah tidak adil untuk Justin?!”

“Kau berkata seolah-olah aku sedang memintamu untuk melukai harga diri dan perasaannya Ken?!”

“Kalau begitu jangan paksa aku untuk melakukan sebuah kesalahan lainnya!”

“Hanya karena aku bersenang-senang dengan Zayn, bukan berarti aku mau melakukan hal yang sama dengan pria lain” jelasku dengan nada memburu, tidak perduli dia mau mengerti atau tidak.

“Heuh, apakah kau yakin?” mengerutkan dahi karena tidak mengerti kenapa dia justru bertanya demikian, aku lihat dia pun ikut bangkit dari tempat duduknya dan berlalu kearah lemari kayu yang berada disisi sebelah kananku.

Tetap mengamatinya yang sedang mengambil sesuatu dari dalam lemari kayu tersebut, dahiku kemudian mengerut ketika dia dengan cekatan mengeluarkan beberapa lembar kertas berukuran folio dari dalam amplop berwarna cokelat yang sangat tidak asing dipengelihatanku. Namun, ketika dia mengarahkan tepat ke hadapan mataku. Demi Tuhan, seketika itu juga rasanya kakiku sudah tidak sanggup untuk bertumpuh dan sulit untuk mengeluarkan segala bentuk amarah atas apa yang telah dia lakukan. “See?!”

“Inikan alasanmu yang sebenarnya? Sampai-sampai kau enggan menjauh darinya?”

Well, aku sudah benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana kalau sampai Brian mengetahui semua ini”

“Terlebih, kalian berhubungan sampai-”

“Dari mana kau mendapatkannya?” selaku sebelum dia berhasil menuntaskan kalimatnya yang benar-benar bisa membuatku hilang akal saat ini juga, sebab berkas-berkas itu hanya dimiliki oleh empat pihak saja dan tidak mungkin kalau dia mendapatkannya langsung dari Zayn ataupun pengacara kami.

“Kau tidak perlu tau Ken?!”

“Yang jelas, sekarang aku hanya ingin kau mengikuti permintaanku” katanya seraya kembali memasukkan kertas tersebut kedalam amplop kemudian kembali meletakkannya kedalam lemari kayu.

Licik! Dia pasti mendapatkan berkas-berkas rahasia ini dari Mansionku.

“Kalau aku tetap tidak mau?”

“Maka kebenaran akan terungkap”

“Dan bersiaplah mendapatkan sebutan menyedihkan dari Brian dan semua orang sebagai…”

“Wanita jalang?”

MOM! ” sentakku begitu kesal karena merasa tersinggung atas pertanyaannya, namun masih berusaha untuk tetap menahan diri agar tidak hilang kontrol.

“Hanya wanita rendahan yang bersedia terikat dalam hubungan tanpa kejelasan bahkan kalian berhubungan hingga-”

Mom, cukup?!” selaku yang sudah tidak sanggup mendengar penghinaan darinya, hingga air mataku pun sudah tidak mampu lagi tertahan lebih lama untuk menunjukkan seberapa dalam perkataannya padaku. “Lakukan apa yang aku inginkan Ken?!”

“Ikuti permintaanku kali ini dan aku jamin berkas-berkas ini akan aman bersamaku” desisnya mengancam dan sekali lagi hal ini berhasil merenggut rasa sabarku, sehingga ketika kami tengah saling berebut ingin menuju kearah lemari kayu tempatnya menyimpan berkas-berkas itu.

Seketika aku ingin melayangkan tamparan ke arah pipinya, namun suara langkah cepat seseorang berhasil menghentikan gerakkan tanganku. “Hentikan!” cegahnya.

“Cukup sudah?!”

Apa-apaan kau Kendall” lerainya dengan intonasi meninggi, membuatku lantas memejamkan mata sejenak dan patuh mengikuti gerakkan tangannya yang dengan sigap menyingkirkan tanganku yang hampir saja melayangkan tamparan ke arah pipi ibuku.

“Dimana manners-mu, heuh?” singgungnya.

 “Kenapa kau berani sekali bertingkah kurang ajar seperti itu kepada Kris?”

 “Coba jelaskan padaku…”

“Ada apa lagi sebenarnya ini?” tidak ingin menjawab apapun yang pada akhirnya akan menjadi perdebatan dan memilih memalingkan wajahku kearah lain karena benar-benar tidak ingin melihat wajah ibuku, membuat dirinya pun lantas menaruh tangannya di sebelah pundakku dan mengusapnya dengan gerakkan lembut.

“Duduklah…”

“Kita akan selesaikan ini dengan kepala dingin” mematuhi permintaannya yang selalu seperti ini ketika harus menghadapi aku dan ibuku saat saling beradu ego satu sama lain, membuatku kemudian mengambil posisi terduduk yang bersebelahan dengan ibuku.

“Sekarang coba jelaskan…”

“Ada kesalah pahaman apa lagi diantara kalian?!” tanyanya mencoba menengahi, yang justru aku tanggapi dengan kebungkaman dan memilih menyandarkan punggung di sofa dengan kedua tangan yang menyilang di dada. “Kris bisakah kau menjelaskannya?”

“Lihatlah ini Brian..” jawabnya tanpa ragu seraya memberikan majalah serta paper bag pemberian dari Harry yang berisikan minuman beralkohol kepada ayahku, hal ini pun membuat dadaku tiba-tiba terasa mencelos dan kedua kakiku terasa lemas seperti jelly.

Longmorn?”

“Itu adalah christmas hamper dari rekan kerjaku Dad?!”

“Dan aku sama sekali tidak berniat sedikitpun untuk meminumnya, baik sekarang ataupun nanti” elakku mencoba membela diri, membuatnya lantas menanggapi dengan meninggikan sebelah alisnya seolah begitu meragukan ucapanku. “Kau tidak sedang berbohongkan Ken?”

“Kau bisa tanyakan langsung pada Felix, Dad” yakinku yang tidak sungguh-sungguh karena aku hanya mencoba mencari saksi palsu agar dia tidak meragukanku. “Baiklah…”

“Aku akan menyimpannya di wine cellar nanti”

“Silahkan saja” kataku.

“Lalu, majalah ini? Apa maksudnya?”

Dengan ekspresi wajah yang masih bertanya-tanya, kini dirinya pun menunggu penjelasan lebih lanjut pada ibuku. Sedangkan aku, justru hanya mampu terduduk menegang dalam diam dan menelan siliva dengan susah payah.

“Rane menyampaikan padaku bahwa kita mendapatkan christmas hamper dari Zayn Javvad Malik beserta majalah edisi terbaru tentangnya” terkejut karena mendengar apa yang baru saja ibuku ucapkan, membuatnya kini dengan percaya diri menatapku penuh ancaman. “Hanya atas nama Zayn Javvad Malik atau berserta nama keluarganya yang mengirim hamper?”

“Hanya atas nama Zayn Javvad Malik, Brian?!”

“Apakah kita juga mengirimkan christmas hamper secara personal kepadanya?” tanyanya mencoba memastikan.

“Tentu saja tidak?! Bukankah kau sendiri yang berpesan agar kita mengirimkan christmas hamper hanya ditujukan untuk Malik’s Family saja?”

“Kau yakin?”

“Aku belum pikun, come on?!”

“Oh, yasudah…”

“Yasudah? Apa tidak sebaiknya kita juga mengirimkan christmas hamper secara personal kepadanya saja Brian?”

“Apa itu masih perlu?”

“Menurutmu bagiamana Ken?” meninggikan sebelah alisku karena mendapati lemparan pertanyaan dari ibuku, tidak membuat mulutku berkata apapun kali ini dan memilih untuk bungkam serta menatapnya dalam. “Hei, kenapa kau diam saja?”

“Kau tidak sedang berpikir untuk mengirimkan christmas hamper secara personal juga kepadanyakan Ken?”

“T-te-tentu sa-ja tidak!” tepisku begitu terbata-bata. “Ah iya, aku tau?! Jangan-jangan christmas hamper ini memang tertuju untukmu Ken?”

Oh astaga, ibuku seperti memang pantas mendapatkan piala oscars tahun ini?!

“Apa maksudmu Kris?”

“Astaga, sepertinya waktu itu aku lupa memberitahumu ya?”

“Memberitahu apa?” tanyanya dengan intonasi meninggi.

“Begini, beberapa waktu lalu Zayn hadir di acara party Hailey dan aku melihat Kendall berada di table yang sama dengannya..”

“Jadi, sepertinya mereka sudah saling mengenal sekarang dan aku mendadak mulai berpikir apakah itu alasannya mengirim christmas hamper secara personal?” membelalakan kedua mataku dengan sempurna ke arahnya karena dengan beraninya dia bicara terang-terangan kepada ayahku, membuat jantungku seperti ingin segera keluar dari dalam dada.

Sialan!

“What?”

“Benarkah begitu Ken?” triple shit, aku benar-benar tidak memiliki keberanian sekarang untuk sekedar menjelaskan apa yang dia pertanyakan ini. “Kendall?”

“….”

“Hei, jawab pertanyaanku Ken?!”

“Kenapa kau hanya diam saja?” desaknya mulai curiga seraya mencari jawaban dengan menatap bergantian kearahku dan juga ibuku.

“A-ak-aku ti-t-tidak tau apakah christmas hamper darinya itu untukku atau bukan Dad?!”

“Bukan itu yang sedang aku permasalahkan Kendall!”

“Lalu apa? Aku tidak mengerti?!” alibiku.

“Brian ingin meminta kejujuran darimu Ken?! apa benar kau berada di table yang sama dengannya malam itu atau sebenarnya mataku yang memang sudah rabun saja?!” jelasnya.  

“Semua itu hanya kebetulan saja” dustaku yang tidak memiliki jawaban tepat dan aku merasa semakin tidak bisa berkutik sekarang ketika mendapati tatapan ayahku yang penuh selidik. “Sungguh? Oh, kenapa aku tidak percaya ya?!” timpanya.

Mom?!” panggilku dengan nada lirih dan dengan maksud memohon agar dia tetap tutup mulut, karena aku telah berubah pikiran dan bersedia untuk mengikuti permintaannya.

“Kami hanya ingin kau jujur Ken”

Mom?! Please…”

“Jangan memohon ketika kau sudah dengan terang-terangan menolak untuk berbicara baik-baik denganku sebelumnya…”

“Sudahlah cukup..”

“Kalian tidak perlu berselisih tegang seperti ini terus menerus”

“Ikatan kalian itu adalah sebagai seorang ibu dan anak. Tidak seharusnya kalian berdua saling berselisih paham dan beradu ego terus menerus”

“Yasudah kalau begitu kita minta saja jawaban pasti darinya”

“Mengapa malam itu dia harus berada di table yang sama dengan Kendall?!” tantang ibuku. “Untuk apa?”

“Kendall bahkan sudah menjelaskan sebelumnya Kris…”

“Dan mungkin kau memang hanya salah paham saja?!” gotcha, mendengar pembelaan darinya terpaksa membuatku menutup mata sejenak. Tau betul apa yang akan terjadi setelahnya dan benar saja, disisi lain ibuku terlihat menatapku penuh permusuhan. “Maka luruskanlah kesalah pahaman ini, Brian?!”

“Bagaiman kalau kita undang dia di acara makan malam keluarga nanti?! Untuk mendengar dari mulutnya langsung, ada hubungan apa sebenarnya dia dengan Kendall?!”

“Sehingga kita tidak menjadi salah paham dan…”

“Menyebabkan putriku begitu sangat marah, ketika aku hendak mempertanyakan kedekatannya dengan lelaki itu. Bahkan, kau lihat sendiri tadi dengan mata kepalamu?! Bagaimana dia hampir saja ingin menampar wajahku!” jelasnya dengan menggebu-gebu tetapi tetap menutupi rahasiaku serta sebagaian fakta yang sebenarnya dari ayahku, walaupun tetap saja hal itu tidak mengubah fakta bahwa keberuntungan sedang tidak berpihak padaku.

Terlebih lagi, bukan akhir perdebatan yang seperti ini yang ingin aku dapatkan ketika kami sepakat untuk duduk dan menyelesaikan permasalahan yang ada. Tidak bisakah ibuku membungkam saja mulutnya itu demi bisa menjaga perasaan ayahku walaupun hanya sedikit saja.

Sebab, aku tidak yakin kalau hubunganku dengan ayah tidak akan buruk setelah ini. Terlebih kalau ibuku sampai benar-benar memperjelas rahasia yang sebenarnya antara aku dengan Zayn, aku yakin semua kebebasan yang selama ini aku rasakan pasti sudah tidak bisa lagi aku dapatkan.

Menjadi penerus dari perusahaan keluarga yang bergerak di bidang otomotif, membuat kesuksesan seorang Zayn Malik menjadi bahan pujian semua orang dan lelaki itu bisa dengan mudah mendapatkan apapun tanpa perlu bersusah payah.

Sehingga bisa dipastikan hampir semua orang di seluruh pelosok dunia pasti sudah mengetahui bagaimana sukses dan tanpa cacatnya keluarga Malik itu. Akan tetapi, kesuksesannya itu terasa ganjil untukku karena tidak ada satu pun dari media yang berani mencari tau mengenai isu-isu buruk yang menghampiri kehidupan pria itu dan keluarganya.

Bahkan, tidak ada satu orang pun yang bisa dengan mudahnya memperpanjang berita tentang satu saja kesalahan kecil yang pernah dia dan keluarganya perbuat di masalalu ataupun sekarang. Dan betapa beruntungnya aku, ketika takdir membawanya mendekat kepadaku hingga kami berakhir menjadi FWB (Friends with benefit) walaupun dengan beberapa persyaratan tertentu.

Dan bagi siapapun yang berpikir bahwa hidup ini bukan seperti cerita di dalam Novel. Tentu saja akan menganggap bahwa semua hal ini terasa mustahil. Sebab, bagaimana mungkin seseorang yang sukses seperti dirinya sampai saat ini dikabarkan tidak pernah mempunyai rival dan gilanya dia bisa hidup dengan tenang tanpa adanya pemberitaan tidak mengenakkan.

Sangat tidak masuk akal bukan? Bahkan, pemimpin Negara saja yang punya kuasa penuh dan juga kedudukan pasti akan Negara-nya sendiri. Begitu sulit untuk menghentikan pemberitaan tidak mengenakan tentang dirinya sendiri dari media.

Lalu, bagaimana mungkin dia dan keluarganya yang hanya seorang pembisnis seperti keluargaku mampu menghalau media mencari jejak buruk yang telah dilakukan dengan begitu mudahnya.

Apakah karena kuasaan yang telah diwariskan oleh kakeknya itu, makanya media tunduk padanya? Entahlah, hal ini mungkin hanya bisa di jawab oleh dia dan keluarganya saja. Karena sejujurnya, aku tidak perduli dan sepertinya kehadirannya di kehidupanku memang hanya untuk membereskan segala kekacauan yang aku perbuat saja.

Entahlah?!

“Apa benar yang dikatakan ibumu?”

“Bahwa, kau hampir menamparnya karena berkaitan hubunganmu dengan bajingan itu?” tanyanya menunggu jawaban yang sesungguhnya dari bibirku sendiri. “Jawab Ken?!”

“Dia punya nama Dad?!

“Jangan coba-coba memperingatiku Kendall!”

“Sudahlah Brian…”

“Lebih baik kita undang saja dia di acara makan malam keluarga dan selesaikan segala yang perlu kita selesaikan” tuturnya tanpa beban yang benar-benar membuatku lantas membatu, sehingga aku hanya mampu bungkam dalam diam. “Tutup mulutmu Kris?!

“Aku hanya ingin mendengar jawabannya langsung dari mulut putriku!”

“Jadi, apakah kau ingin berbohong kepadaku Ken?” tanyanya dengan raut wajah penuh kekecewaan, membuat hatiku luluh dan lantas mengingat kembali saat pertama kali aku berkenalan dengan Zayn yang juga menjadi alasan kenapa aku masih berhubungan dengannya hingga saat ini.

 


Flashback on

Bertemakan fall winter supercars dengan paduan musik ber-genre futuristic subway sistem, pada akhirnya fashion show yang di selenggarakan di salah satu gedung mewah tepat berada ditengah kota New York ini dapat berjalan dengan lancar dan tidak mengecewakan para tamu undangan yang terdiri dari berbagai kalangan.

Bahkan, menjadi suatu prestasi yang patut dibanggakan juga untuk akhir karirku karena aku kembali di berikan kepercayaan untuk berjalan di run way fashion show ini dengan mengenalkan koleksi pakaian musim dingin terbaru dari brand ternama yvas asal Paris yang kini sedang menjalin kerja sama dengan perusahaan otomotif asal Italia.

Memasuki salah satu kamar Hotel yang memang telah mereka sediakan untuk para model berisirahat dan bersiap-siap menghadiri acara after party, atas suksesnya fashion show yang telah mereka selenggarakan.

Sejenak aku pun merebahkan tubuhku di atas ranjang berukuran double king size ini dengan mata yang terpejam, hingga kemudian suara langkah kaki berhasil mengusik ketenangan dan membuatku menoleh tepat kearah sumbernya. “Selamat Ken…”

“Sebentar lagi kau benar-benar akan menikmati waktu libur panjangmu dan aku akan tetap sibuk mengurus semua rencana bisnis barumu?!” sindirnya dengan nada santai seraya terlihat tengah sibuk merapihkan dress dalam jinjingan tangannya, membuatku memilih untuk memalingkan wajah dan lantas menatap langit-langit kamar ini.

“Menikmati waktu libur panjang tetapi masih di temani oleh Felix sama sekali bukanlah ide yang bagus Hails?!”

“Tetap akan membosankan!” ucapku terdengar merajuk, membuatnya kemudian tertawa remeh dan dari sudut mata aku lihat dia memposisikan kedua tangannya untuk bertelak pinggang.

Satu tahun sudah menjadi sahabat sekaligus assistant pribadiku, hadirnya Hailey di kehidupanku benar-benar membawa banyak perubahan. Dan jujur saja, aku begitu merasa beruntung di ujung kesedihanku saat itu Tuhan mempertemukan kami sebagai dua orang yang tengah merasakan kesakitan.

Jika saat itu aku tengah kesakitan karena mengalami kecelakaan parah dan sedang dalam masa depresi, dia justru tengah kesakitan karena di tinggal Ibunya untuk selama-lamanya karena kecelakaan yang mungkin di akibatkan olehku saat itu.

Entahlah, bagaimana kejadian yang sesungguhnya. Satu hal yang pasti adalah polisi mengatakan bahwa kedua pihak sama bersalahnya. Berdasarkan keterangan polisi, mobil dari arah depanku yang mana di kendarai oleh Nyonya Hill, Ibunya Hailey oleng kearahku dan pada saat itu aku juga tengah dalam kecepatan yang tinggi. Hingga terjadilah kecelakaan tersebut yang juga melibatkan dua mobil lainnya dari sisi yang berbeda.   

Sedang di timpa depresi yang cukup parah, ditambah harus menghadapi proses hukum. Jujur saja keadaan itu sempat membuatku melakukan percobaan bunuh diri sebanyak dua kali. Walaupun pada akhirnya, semua berakhir sia-sia karena aku tetap hidup namun tak kunjung lelah menghakimi diri sendiri dan menyesal pernah ada di dunia ini.

Hampir genap satu bulan menjalani hidup yang kacau, kedatangan Hailey di Mansion keluarga yang sebelumnya sempat mendapatkan penolakkan dari Ayahku. Kala itu entah kenapa aku tergerak menerima kedatangannya untuk menemuiku. Menghadapi air matanya serta terus mendengar cerita tentang dia dan ibunya, membuatku tidak lagi menatap kosong serta berani lebih dekat merangkulnya dan berucap memohon maaf kepadanya berulang kali hingga aku berakhir mengeluarkan air mata karena sebelumnya aku lebih terlihat sepeti mayat hidup. 

Dan siapa sangka bahwa sikapnya yang dewasa serta ketangguhannya dalam menghadapi takdir, membuatku banyak berkaca dan tertampar untuk sadar bahwa dunia tidak bisa selalu berputar sesuai keingananku. Jika bukan karenanya yang merangkulku untuk memulih, mungkin aku sudah enggan menjalani hidupku lagi.

“Jangan sia-siakan kesetiaan Felix padamu Ken” peringatnya tanpa permisi, membuatku lantas menghembuskan nafas lelah dan mengusap wajahku dengan kedua telapak tangan. “Jangan berkata seolah dia adalah kekasihku Hails?! Itu Menjijikan..”

“Ayo, bantu aku?!”

“Lebih baik kita selesaikan malam ini dengan cepat”

“Sebelum kau berakhir kembali membicarakan gossip tentang bastard itu dan wanita one night stand-nya” ajakku dengan senang hati seraya merubah posisiku menjadi bangkit dari ranjang dan melangkah kearahnya yang tengah bersandar pada sisi meja rias. “Gossip adalah fakta yang tertunda?!”

“Lagi pula, kenapa kau tidak membalasnya saja sih Ken?!”

“Aku yakin di luar sana juga pasti banyak lelaki yang sedang menginginkanmu” menggeleng cepat atas saran yang dia tawarkan dan mengambil alih dress hitam yang ada dalam jinjingan tangannya, membuatnya kemudian membenarkan posisi tubuhnya dan meninggikan sebelah alisnya guna meminta penjelasan. “Kenapa?”

“Aku malas berurusan dengan bajingan seperti mereka Hails”

Menghadapi satu bajingan saja sudah cukup membuatku hampir hilang kewarasan?!” jelasku, sebelum sepenuhnya memasuki kamar mandi untuk mengganti pakaian. “Maka manfaatkanlah bajingan lain agar bajingan satunya merasa terkalahkan Ken?!”

“Dan apa bedanya aku dengan model-model yang menjadi wanita one night stand-nya kalau begitu?”

“Jelas saja berbeda!”

“Kau memiliki kendali sedangkan mereka dikendalikan!”

“Tetap saja, aku tidak mau?!”

“Lalu mau sampai kapan pura-pura move on?”

“Mengharapkan pria egois itu sadar akan cintamu yang tulus itu sepertinya sama saja dengan kau mengharapkan bisa menemukan ujung dari lautan?!”

“Mustahil? Begitukah maksudmu?”

“Kenyataannya memang begitu?!”

“Ah sudahlah, segalanya terserah padamu” ucapnya terdengar pasrah seraya bergerak untuk mengeluarkan berbagai alat-alat make-up dari dalam tasnya itu, sedangkan aku sibuk mengganti pakaian di dalam kamar mandi yang sengaja tidak ku tutup pintunya. “Kemarilah, biar aku bantu” menanggapi ucapannya yang berniat membantu untuk merekatkan resleting gaunku dengan melangkah ke arahnya, segera aku pun berucap terima kasih dan mengenakan sarung tangan berbahan kulit sepanjang lengan yang berwarna hitam lalu memilih terduduk di kursi meja rias untuk dia make-up.

Mendorong beberapa obat yang harus aku konsumsi dengan air putih dan tidak ingin menghabiskan waktu lebih banyak lagi di hadapan cermin besar dalam kamar mandi, aku pun segera berlalu untuk menghampiri Hailey yang kini telah berdiri menungguku di dekat pintu kamar ini.

Melempar senyum permohonan maaf karena telalu lama di dalam kamar mandi dan menerima sebuah clutch bag berwarna hitam dari uluran tangannya, dengan baik hati dirinya pun membuka pintu kamar ini dan mempersilahkan aku untuk keluar lebih dulu.

Langsung di sambut oleh Felix dan beberapa orang bodyguard suruhan ayahku dengan sapaan selamat malam, tidak membuatku lantas menghentikan langkah sejenak dan memilih untuk tetap memasuki elevator yang kini akan membawa kami semua menuju ke lantai dasar. Di ekori oleh Hailey yang kini sudah berpindah posisi menjadi berdiri tepat di sisi kiriku, membuat para bodyguard lantas berpencar menempati posisi di barisan paling depan dan belakang.

Mendapati seluruh pasang mata terarah kepadaku ketika baru saja keluar dari elevator, tidak membuat pengawasan mereka menjadi lengah terhadapku. Sehingga, dengan tegas Felix dan para bodyguard-ku yang lain pun membukakan  jalan untuk kami menuju ke sisi ruangan yang tidak terlalu ramai.

“Kendall Jenner” serunya seraya membentangkan tangan lebar-lebar dan lantas membuatku menoleh kearahnya seraya menerima dekapan singkat darinya. “Pascal Yvas Tamawijaya”

How are you?” tanyaku.

Good, how about you?

“Kau terlihat benar-benar mempesona malam ini Ken” pujinya.

I’am good. Thank you..”

By the way, kenalkan ini Hailey. Assistant pribadiku” ucapku seraya menarik lengan Hailey untuk mendekat, kemudian di sambut oleh Yvas dengan uluran tangan. “Yvas”

“Hailey”  balasnya.

“Jadi, sudah berapa lama kau menjadi assistant dari wanita super model ternama ini?” tanyanya terdengar menggoda. “Hampir satu tahun”  

“Bagaimana? Apa dia membuatmu kesulitan?”

“Aku tidak begitu Yvas” tukasku yang dia indahkan dengan menganggukkan kepala seraya tertawa renyah dan hal ini membuat Hailey tersenyum kikuk.

“Mh.. Ken, Yvas. Aku kesana sebentar ya?” sela Hailey mengintrupsi yang aku indahkan dengan menganggukkan kepala sebagai tanda persetujuan. “Kau membuatnya takut Yvas”

“Ah sayang sekali, padahal aku bersedia memberikan banyak hadiah untuknya jika saja dia tidak takut padaku”

“Jangan macam-macam?!”

“Umurnya bahkan setara dengan aku dan Mark”

“Jangan terlalu serius?! Aku hanya bercanda Ken” jawabnya, membuatku menggangguk paham.

By the way, aku ingin mengucapkan banyak berterimakasih kepadamu karena akhirnya kau bersedia untuk berada di runway malam ini” tersenyum masam atas apa yang dia ucapkan, seketika itu juga hatiku merasa tidak nyaman karena beberapa orang model mulai berbisik-bisik seraya menatap remeh ke arahku. “Bukan masalah…”

“Rasanya ini juga cukup sepadan untuk akhir dari perjalanan karirku” mendapati tatapan terkejut darinya karena aku yang berucap demikian, seketika itu pula raut wajahnya berubah menjadi menyinggung senyum kikuk. “Jadi, semua berita itu benar?”

“Ya, benar…” jawabku seraya menganggukkan kepala atas pertanyaan yang dia ajukkan, namun hal itu tidak lantas membuatnya mampu menyembunyikan seluruh ekspresi keterkejutannya dari hadapanku saat ini. “Apa kau yakin dengan keputusanmu itu?”

“Entahlah…”

“Sudah aku duga?!”

“Menyerahkan predikat sebagai model dengan bayar tertinggi memang tidak semudah ketika kau sudah bosan dengan satu lelaki Ken”

“Itu benar…”

“Lalu, bagaimana dengan bekerja di belakang layar?” tanyaku mencoba mengalihkannya atas keputusanku yang memilih mundur dari dunia modeling dan lantas dia sambut dengan senyum seraya menggukkan kepalanya. “Lebih memiliki banyak relasi tentunya…”

But, over all. Hampir sama saja?! Terkadang menyenangkan dan melelahkan juga” ucapnya seraya memainkan jari tangannya yang menggenggam gelas champagne.

“Tetapi pemasukkan tentu jauh berbeda, benarkan?” tebakku setelah lebih dahulu menyesap champagne dan dia setujui dengan sebilah senyum ramahnya.  “Kau sudah memiliki fame Ken. Sayang sekali kalau tidak dimanfaatkan?!”

“Lagi pula, memangnya uangmu itu akan berlipat ganda dengan sendirinya kalau kau tidak lagi bekerja dan mundur dari di industry ini?”

“Tidak sepenuhnya aku mundur dari industry yang telah membesarkan namakuu ini Yvas” koreksiku. “Lalu?”

“Awal bulan Mei nanti datanglah ke acara launching butikku...”

“Astaga, kita harus segera merencanakan kontrak kerja sama kalau begitu?!” usulnya terdengar sangat antusias. “Aku bahkan belum menikmati waktu libur panjangku Yvas” kataku membuatnya tertawa.

“Kau benar-benar penuh kejutan Ken!”

Thank’s…” balasku.

“Ah ya, kau lihat pria yang disana?” menggangguk karena aku menemukan kemana arah yang dia tujukkan, membuatku lantas bergerak gelisah ketika pria di sebrang sana menatap balik kearah kami disini. “Sekarang dia adalah CEO (Chief executive officer) dari perusahaan otomotif bernama Ferro Malik Warrior S.p.A asal Italia yang saat ini sedang menjalin kerjasama denganku?!”

“Anak dari pengusaha bernama Simon Malik, sekaligus cucu dari pendiri organisasi Formula One S.p.A (For Malik Universal Last Association One)” jelasnya setelah lebih dahulu menyapa pria itu dengan mengangkat tangannya yang memegang champagne dan lantas pria itu indahkan dengan melakukan hal yang sama, walaupun tetap saja raut wajahnya menunjukkan kesan dingin dan angkuh. “Sama sekali bukan ide yang bagus Yvas” ejekku.

“Aku hanya berusaha menjadi rekan yang ramah saja Ken”

Well, Apa kau tertarik?!”

“Maksudmu?” tanyaku seraya menyeritkan dahi.

“Kau single-kan?”

“Jangan pura-pura tidak tau Yvas?!”

“Seluruh media bahkan tengah sibuk mengumumkan bagaimana statusku saat ini karena ulahnya” keluhku yang dia tanggapi dengan merangkul bahuku. “Kalau begitu tepat sekali?!”

“Mau aku kenalkan padanya?”

Come on, jangan membuatku terlihat seperti para model ONS (One night stand) dan kau yang menjadi perantaranya Yvas?!” keluhku.

“Kris akan membunuhku kalau sampai aku berani memperlakukanmu seperti itu Ken?!”

“Kalau begitu jangan memperkenalkan aku dengannya?!”

Come on, jangan terlalu kaku…”

“Inikan hanya sebuah perkenalan saja Ken, tenanglah..” melebarkan mataku karena dia lantas melambaikan tangan kepada pria itu, membuat kakiku lantas terpaku karena orang yang di maksud mengindahkan panggilan dari Yvas. “Lagi pula, menurut riset berkenalan dengan orang baru merupakan cara yang cukup baik untuk mood seseorang kedepannya Ken”

Dasar pembohong!

Hey, nice to see you Zayn..

Nice to see you too, Yvas”

“Ada apa? Apa ada sesuatu hal yang penting?” tanyanya begitu to the point dan tetap beraut wajah tegas. “Nope

We’re just want to join with you” balasnya. “Oh, ok…

“Ah ya, Zayn. Perkenalkan ini adalah model yang bekerja sama dengan kita untuk acara malam ini” ucapnya yang terdengar menjijikkan ditelingaku karena aku merasa seperti wanita murahan yang sedang ditawarkan kepada pria di hadapanku ini. “Zayn Javvad Malik” sambutnya.

“Kendall Nicole Jenner” jawabku seraya menatapnya dan menerima uluran tangannya yang dingin. “Guys, kalau begitu aku tinggal kesana dulu ya?!”

“Selamat menikmati acara after party ini…” ucapnya yang di lengkapi dengan senyum, membuat pria ini menganggukkan kepala sebagai tanda persetujuan seraya mengakat segelas champagne dalam genggaman kepadanya. “Thank’s, you too

Sepakat untuk berjalan kearah meja bar bersisian dengannya, sontak membuat perhatian beberapa orang tertuju kearah kami. Terutama para model yang sedang berjoget menikmati acara ini di tengah dance floor. Oh God! Menjijikan sekali.

“Sepertinya mereka juga ingin berkenalan denganmu Zayn?!”

“Pergilah, dan bergabung dengan mereka…” ucapku mempersilahkan seraya bersandar dan meletakkan gelas champagne milikku yang telah kosong di meja bar. “Aku tidak tertarik berada di dance floor dan menjadi perhatian banyak orang…”

“Lagi pula, kita bahkan belum saling mengenal Ken?!”

“Alasan?!”

Sorry?” tanyanya atas penyataan yang aku ucapkan, sehingga membuatku lantas menatap lekat dia di tengah ruangan yang minim cahaya ini. “Zayn?!”

“Kau tidak perlu bersikap formal seperti itu padaku?!”

“Aku yakin kau juga tidak buta ataupun tuli untuk mengetahui siapa dan bagaimana aku. Jadi, berhentilah berpura-pura seolah kau tidak mengetahuinya?!” 

“Baiklah…”

“Tapi, apa kau tidak berniat untuk menjelaskannya saja agar media berhenti memberitakan tentang permasalahanmu itu?”

“Aku tidak punya waktu untuk menanggapi berita-berita sampah seperti itu?!” mendapati tatapan menelisik dari iris berwarna hazelnya, tidak lantas menghentikan niatku untuk meraih tequila yang disuguhkan oleh bartender. “Thank’s” ucapku.

“Jangan menatapku seperti itu!”

“Kenapa?”

“Karena kau terlihat seperti bajingan yang sedang mengincar mangsanya?!” sindirku agak sarkas dan menatapnya serius, membuat raut wajahnya yang tegas kian berubah menjadi menyinggung senyum tipis dan terdengar berdecih remeh. “Aku bisa mendapatkan apapun yang aku inginkan tanpa harus mengincarnya terlebih dahulu”

“Sombong sekali?!”

“Faktanya begitu…”

“Apakah beginikah caramu mendapatkan mangsa?” tanyaku yang lebih dahulu meminum tequila hingga tandas. “Dan apakah kau merasa menjadi mangsaku?”

“Karena kalau iya, simpanlah…” ujarnya seraya menyerahkan kartu nama dan hal ini lantas membuatku meninggikan sebelah alis sambil berusaha menahan emosiku. “Kau bisa menghubungiku kapan pun” lanjutnya.  

“Oh yaampun…”

“Andai saja para model ONS (one night stand) disini mendengar tawaranmu ini, aku yakin mereka pasti akan menjerit dan meraung-raung kepadaku?!”

“Lalu, bagaimana dengan penawaranku?”

“Akan aku pikirkan..” putusku seraya pergi berlalu dari hadapannya untuk mencari keberadaan Hailey tanpa perduli padanya yang masih tergelak.

“Kenapa kau malah pergi?!” tanyaku, ketika menghampiri Hailey yang tengah sibuk menenggak champagne. “Sorry, Ken..”

“Aku hanya merasa tidak nyaman dengan tatapan Yvas kepadaku tadi”

“Lagi pula, aku juga tidak yakin bisa menyesuaikan diri dengan pembicaraan kalian” memutar bola mata malas karena ucapannya yang berlebihan, segera aku pun berlalu dari hadapannya. “Oh God, bahkan itu terdengar jauh lebih baik Hails”

“Kenapa begitu?”

“Yvas bertingkah sesuka hatinya tadi..”

“Bertingkah sesuka hati bagaimana? Aku tidak mengerti?!”

“Dia memperkenalkanku kepada rekan bisnisnya…”

“Dan yang lebih menyebalkannya lagi?! Bajingan itu sangatlah sombong!”

“Serius? Lalu bagaimana?”

“Apanya yang bagaimana?”

“Bajingan itu tertarik tidak padamu?”

“Aku menolak tertarik padanya?!”

“Lagi?” tanyanya begitu terkejut, namun dengan percaya diri aku lantas mengangguk seraya tersenyum bangga. “Dia terlalu sombong?!”

“Memangnya siapa pria itu Ken?” mengabaikan pertanyaan yang dia ajukkan karena aku tidak ingin dia kembali memaksa, seketika itu juga dirinya menarik paksa tanganku dan berhasil membuat langkahku terhenti.

“Cucu dari pendiri organisasi Formula One S.p.A (For Malik Universal Last Association One) dan jangan tanyakan hal lain tentangnya, karena aku sendiri tidak memiliki jawaban lain” peringatku dengan tatapan sungguh-sungguh, seraya meraih gelas champagne dalam genggamannya dan menaruh gelas tersebut di atas nampan kosong yang sedang waiters angkat. “Astaga Kendall!”

“Kenapa kau melewatkan kesempatan emas?”

“Ibuku akan menyuruhku untuk memecatmu sekarang juga kalau sampai dia mendengar perkataanmu barusan Hails”

“Biar saja?! Aku rela dipecat?!”

“Selama kau bisa membungkam si bastard itu dan para media yang memberitakan berita-berita sampah. Aku sama sekali tidak masalah..” katanya terdengar tulus dan kenak-kanakkan.

Oh God, kemana perginya Hailey-ku yang dewasa itu?!

“Dan maksudmu?!”

“Kau mendukung Yvas sebagai perantara untuk menjadikan aku wanita ONS (One night stand), begitu?”

“Memanfaatkan pria itu selain untuk urusan ranjangkan bisa Ken?!” usulnya dengan nada kecewa. “Lagi pula kenapa hanya ada permasalahan ranjang saja sih di dalam kepalamu itu?!”

“Dan kau pikir pria itu sudi membuang waktunya hanya untuk membantuku membersihkan berita-berita sampah itu, begitu?”

“Idemu bagus juga?!”

“Kenapa kalian tidak berbagi keuntungan saja?”

“Kau memenuhi permintaannya dan dia memenuhi permintaanmu. Dengan begitu kalian akan sama-sama merasa untung bukan?” ujarnya tanpa dosa, membuatku lantas melempar tatapan membunuh kepadanya karena dia telah berani berucap demikian ditengah keramaian. “Sialan kau, Hails?!”

“Jangan membuatku terdengar seperti seorang model ONS (One night stand) yang sedang membicarakan pelanggannya” rutukku dengan nada tegas dan tanpa pandang bulu, membuat kedua matanya membulat penuh keterkejutan.

“Sorry, tapi tentu saja kau bisa menyalahkan Yvas karena tidak memperkenalkannya padaku saja?!” ucapnya yang kini berusaha mencairkan suasana, namun tetap menatap lekat kearahku dengan tatapan meyakinkan. “Yasudah, hubungi saja Yvas kalau kau benar-benar ingin merasakan pria itu?!”

“Aku duluan…” putusku seraya mengusap lembut sebelah pundaknya sebegai tanda bahwa aku menerima permintaan maafnya, kemudian barulah aku berbalik untuk kembali melanjutkan langkahku menuju ke arah elevator.

Kembali menatapnya yang masih bersandar di meja bar, dapat aku perkirakan bahwa tinggi badannya mencapai 176 centi meter dan nampak casual dengan texudo lengkap berdasi pita yang mana tengah asik menyesap segelas champagne. Seperti mengetahui bahwa dia sedang diawasi, Zayn pun sedikit terusik disana. Sehingga, ketika dia menoleh tatapannya pun menjadi menggelap ketika menatapku.

Merasa bersalah karena mengamatinya dengan diam-diam, aku pun membawa tatapanku kembali kearah elevator dan menjadi sedikit bergerak gelisah dengan dalih mengusap tengkuk leherku guna mengusir ketegangan.

“Apa anda baik-baik saja Nona?” tanyanya terdengar khawatir, karena mungkin dia melihat aku yang tiba-tiba bersikap gelisah.

“Aku baik-baik saja”

“Ah ya, Felix..”

 “Tolong kau perintahkan beberapa dari mereka untuk menjaga Hailey disana ya?” perintahku dengan nada santai namun tak ingin dibantah.

“Siap Nona” katanya, kemudian barulah aku memilih untuk memasuki elevator bersama Felix dan dua bodyguard lain. Sedangkan empat bodyguard lainya telah aku perintahkan untuk tetap bersama Hailey.

Sebelum pintu elevator ini benar-benar tertutup, sejenak aku pun kembali mencuri pandangan ke arah Zayn dan sungguh benar-benar di luar dugaan karena tatapan pria itu lagi-lagi bertemu dengan tatapanku.

Flashback off


 Ket : 

[1] Lumiére dans les ténèbres dalam bahasa Prancis berarti cahaya dalam kegelapan

 

Komentar

Postingan Populer