DIRTY BUSINESS - 16

 

Karena ulahnya itu, kini semua orang menatap kearah kami termasuk Kate yang terlihat berjalan kearah kami dengan tergesa. Namun, sebelum Kate sampai, Harry sudah lebih dulu pergi ke arah lain. “Ada apa Ken?”  tanyanya penasaran.

            “Dia menggangguku?!”

            “Aku sudah bilang bahwa aku tidak ingin di ganggu, tapi Harry jutsru menantangnya dan duduk disebelahku” ungkapku menjelaskan alasan utama keributan kami.

“Baiklah, biar aku yang bilang padanya nanti” ucap Kate menengahi seraya mengusap pundakku yang menegang.

“Tolong kau katakan padanya untuk tidak duduk disebelahku dan mengambil tempat lain. Masih banyak ruang kosong di tempat ini bukan?” Protesku tidak mau kalah.

“Baiklah-baiklah, akan aku sampaikan nanti” katanya menenangkan aku sekali lagi, namun tetap saja rasanya amarahku belum juga mau surut.

Justru bersamaan dengan itu, Harry tiba-tiba muncul dari kejauhan dengan wajah yang sudah bersih. Tidak ada lagi cat air berwarna merah diwajahnya dan yang tertinggal justru hanya wajahnya yang basah oleh air.

“Harry pilihlah tempat lain untuk melukis, Kendall tidak ingin kau duduk disebelahnya” ujar Kate memberitahunya, sedangkan aku tidak memperdulikan mereka dan tetap fokus melukis di kanvas berukuran 70x50 cm tepat di hadapanku.

“Dasar wanita pemarah, hari pertama mengikuti Day Care saja sudah merepotkan banyak orang” ejeknya namun tetap patuh mengikuti permintaan Kate untuk mengambil kembali tas serta kanvas yang di bawanya. “Harry, sudahlah…”

“Kau duduk saja disisi sebelah sana ya” pinta Kate yang menunjuk ruanag kosong di ujung sebelah kanan dari posisiku saat ini, sedangkah dia patuh berjalan kearah sana.

Menghirup udara banyak-banyak agar emosiku reda, siapa sangka ternyata kegiatan Day Care akan seperti ini. Benar-benar diluar ekspektasiku yang mengira bahwa terapi itu adalah satu hal yang menakutkan bagi seseorang yang memiliki gangguan jiwa seperti kami.

Terlebih pertemuan dengan Harry di tempat ini sangatlah membuatku terkejut, tidak menyangka bahwa dia juga memiliki permasalahan yang sama seperti orang-orang disini.

Entah apa penyebabnya dia sampai mengikuti kegiatan Day Care yang bukan pertama kalinya, membuatku meyakini bahwa dia sudah jauh lebih baik dari aku yang baru pertama kali mengikuti kegiatan terapi ini. Terbukti, emosinya jauh lebih terkontrol dari pada aku.

Setengah jam melukis burung merpati berwarna biru di kanvas berukuran 70x50 cm, tidak lupa aku lukis namaku di bagian bawah kanvas sebagai tanda bahwa lukisan ini adalah milikku. “Kate, aku sudah selesai”

“Bawalah kehadapanku Ken” ujarnya.

“Baiklah..” ucapku patuh seraya mengikuti permintaannya membawa kanvas milikku kehadapannya.

“Wow, coba lihat…”

“Cantik sekali lukisanmu Ken”

“Aku tidak heran sekarang kenapa dirumahmu banyak sekali lukisan. Ayahmu pasti akan sangat senang melihat lukisanmu yang indah ini” pujinya membuatku tersenyum bangga, pasalnya ini adalah untuk pertama kalinya lagi aku melukis setelah sekian lama. 

“Ayahku adalah kolektor nomor satu dari semua lukisanku Kate. Jadi, aku harap dia tidak meminta lukisanku yang satu ini”

“Bolehkah aku membawanya?” tanyaku.

“Tentu saja boleh…” jawabnya.

“Kate, aku juga sudah selesai” ujarnya dari kejauhan sana.

“Bawalah kesini Harry” pinta Kate.

Melihat lukisannya yang berupa mawar berwarna biru dengan ukuran yang sama dengan lukisanku 70x50 cm, membuat Kate tersenyum lebar dan menaruhnya besebelahan dengan lukisanku. “Apa kalian janjian untuk mewarnakan nya dengan cat biru?” tanya Kate, sontak membuat aku dan Harry saling berpandangan.

“Tidak” jawab kami bersamaan.

“Hahaha, baiklah baiklah. Keep calm ok” ujarnya.

Memasuki Ed’s Studio bersamaan dengan Harry yang merupakan photographer yang akan memotretku nanti untuk majalah GQ edisi spesial, siapa sangka studio ini multi fungsi. Dari penjelasan Harry, di lantai dasar tersedia segala keperluan motor dan caffee house. Dilantai kedua menyediakan tempat pembuatan tattoo dan dilantai ketiga merupakan studio foto.

“Ayo Ken, aku perkenalkan dengan temanku” ujar Harry yang berjalan lebih dahulu di depanku, namun sebelah tangannya erat menggenggam tanganku. “Siapa?” tanyaku.

“Li?!” panggilnya melambaikan tangan ke arah seseorang berpakaian kaos putih dan celana jeans. Tidak lupa tattoo di sekujur kedua tangannya persis seperti Harry.

“Hai, Harry. Ada apa?” tanya teman Harry dari kejauhan.

“Kemarilah” panggilnya

“Perkenalkan Li, ini client-ku”

“Hai, aku Liam. Tattoo artist di tempat ini” ujarnya mengikuti permintaan Harry, sedangkan aku hanya mampu tersenyum seraya menjabat tangannya.

“Aku Ken-” 

“Kendall?!” ujarnya membuatku menoleh dan batal memperkenalkan diri secara personal kepada Liam.  

“Hails, kau disini?” tanyaku yang mengerutkan dahi heran karena dia baru saja keluar dari toilet.

“Ya, sedari tadi aku menunggumu” jelasnya.

“Alasan?!”

“Serius Ken?! Kalau kau tidak percaya tanya saja pada Liam sudah berapa lama aku menunggu disini” jelasnya membela diri.

“Sudahlah, lebih baik kita ke studioku saja” ucap Harry menengahi. “Pergilah, nanti aku menyusul…” ucap liam.

“Baiklah sampai jumpa Li” putus Harry.

Menaiki elevator untuk bisa sampai ke lantai tiga, kini pintu elevator terbuka dan memperlihatkan banyak keperluan photography di studio ini termasuk dua orang pegawai di lantai tiga ini.

“Silahkan duduk, kalian diskusikan saja pada pegawaiku tema apa saja yang kau inginkan” ucap harry seraya meletakkan tas ransel nya di meja bar.

“Gwen bilang ada 4 tema yang akan kita ambil untuk majalah GQ edisi spesial kali ini” jelas hailey yang kemudian diindahkan oleh Harry dengan menganggukan kepala sebagai tanda paham.

“Baiklah, lalu apa saja 4 tema yang dimaksud?” tanya Harry.

“Pantai, summer, retro, dan studio” ujar Hailey menjelaskan.

“Baiklah kalau begitu satu karyawanku akan membantu kalian bersiap-siap. Sedangkan, aku akan mengurus tema studio lebih dahulu”

  Berjam-jam sibuk melakukan pemotretan dengan 3 tema terlebih dahulu, yaitu summer, retro dan studio. Kini tiba di tema terakhir yakni pantai, dimana kami memilih pantai Malibu untuk tempat pemotretan selanjutnya. Setelah sebelumnya melakukan pemotretan di berbagai tempat yakni, taman belakang rumahku dan studio nya.

     Tidak mengenakan sehelai benang pun baju, kini tiba saatnya aku harus melakukan pemotretan di pantai besama dengan seekor kuda jantan berukuran besar. Melihat dia sudah terbiasa dengan pemandangan wanita tanpa busana, membuatku juga tidak canggung ketika tengah di potret olehnya.

Ok done, it’s a wrap” ujar Harry yang dihadiahi tepuk tangan oleh banyak team dari Gwen yang ikut membantu keberlangsungan pemotretan kali ini.

“Kendall, terimakasih untuk kerja samanya” ucap Harry.

“Kami juga sangat berterimakasih untuk hal yang sama, bukan begitu Ken?” sela hailey namun tetap meminta persetujuan.

“Hails, bolehkah aku berbicara sebentar dengan Harry?” tanyaku sungguh-sungguh yang kemudian disetujui olehnya dengan melangkah pergi, meninggalkan aku hanya berdua dengan Harry.

“Ada apa?” tanya Harry.

“Pertemuan kita selalu saja tidak di sengaja bukan begitu Har?”

“Ya itu benar, kenapa?”

“Ketika acara di London, aku melihatmu berupaya melindungi Gigi termasuk juga Zayn. Apa karena hal itu Zayn mengirim orang-orang suruhannya di Nobu kemarin?”

“Maksudmu kami terlibat hubungan setiga begitu?” tanyanya dengan nada rendah namun penuh penegasan, yang membuatku kemudian mengangguk guna membenarkan pertanyaannya.

“Astaga, kami bertiga hanya sebatas sahabat. Tidak ada perasaan satu sama lain yang membuat kami bertiga kemudian memiliki rasa cinta selain sebagai sahabat” jelasnya.

“Lagipula orang-orang yang kemarin memukuliku tidak ada hubungnnya dengan Zayn” ucapnya meluruskan, berhasil membuat dahiku mengerut kebingungan.

“Lalu, orang-orang itu suruhan siapa?” tanyaku penasaran.

“Selingkuhan dari kekasihku” jawabnya lirih.

“Jadi, Gigi bukan kekasihmu?” tanyaku yang dia indahkan dengan menggelengkan kepala seraya mengerutkan kening kemudian tertawa.

Sial?!

 

Kenapa dia tertawa?

 

Apanya yang lucu?!

 

Menyebalkan…

 

Melangkah meninggalkannya yang sedang asik tertawa, kemudian dari arah belakang aku mendengar dia menyerukan namaku dengan lantang. “Kendall … tunggu…”

“Aku tidak dengar?!” teriakku membalasnya.

“Kau pura-pura tuli atau malu karena cemburu?!” balasnya.

“Dasar bajingan?! Diamlah kau atau aku tendang kau hingga ke dasar laut?!”umpatku seraya memakinya.

“Zayn tidak ada disini, tenang saja dia tidak akan tau”

“Tutup mulutmu?!!!!” umpatku.

“Salam dariku untuk Zayn” ujarnya membuatku jengah.

“Diam kau!!!”

Tidak ingin mendengar omong kosong darinya lebih banyak lagi, segera aku acungkan kedua jari tengahku keatas tinggi-tinggi agar dia melihatnya.

Komentar

Postingan Populer