DIRTY BUSINESS - 15

 

Setelah berdamai oleh Harry, kini kami pun berlajut melakukan photoshoot dengan menggunakan beberapa pakaian yang berbeda. Hingga kemudian tiba saatnya aku melakukan sesi interview dengan menjawab beberapa pertanyaan yang sebelumnya telah kami persiapkan. Melangkah tepat kearah Gwen, dengan ramah aku pun turut tersenyum ketika beberapa kru menyapa dan mengucapkan terimakasih.

“Hi Ken?” sambut seorang kru yang sedang merekamku dari balik kamera yang dia pegang.

Hey, Graff Queen Magazine

I heard you guys had some question for me? 

That’s true, can we started?” tanyanya.

Sure” jawabku.

“When do you feel most confident?”

I think I feel most confident when I’m in an outfit that really like and when I’m hanging out with my friend, and we’re just like laughing and enjoying each other’s company. I know that’s kind of random time to feel confident but I don’t know, makes me feel good”

“I feel that, but what do you tell yourself every day?” tanyanya begitu serius, yang kemudian membuatku teringat akan matra ucapanku setiap kali keadaan tidak baik-baik saja.

“Something I tell myself every day is that everything is going to be okay” jawabku seraya menyinggung senyum setelahnya.

“How do you take your coffee?”

“I stop drink coffee now, and prefer to take my tea just straight up with some honey and lemon” jelasku membuatnya menganggukkan kepala. “So, what was your first piece of  Jenner&co. jewellery?”

“The first piece of Jenner&co. jewellery that I’ve owned was a little silver heart necklace that my father gave me when I was a baby”

“What big thing did you buy with your first pay check?”

“Mhh… I started working when I was pretty young. So. I wasn’t allowed to spend my work money until I was 18 and when I turned 18 I moved out into a condo. So, maybe that’s the big thing that I bought”

“Ok, but what do you do before going to bed?”

“I try and down some water before I go to bed”

“I’m really cool, I swear. I’m jet-lagged” ucapku kebingungan dan disambut hangat dengan tawa para kru juga dia yang sedari tadi sibuk dengan kamera dalam genggamannya. 

“But Kendall, can you explains about your relationship with new your boyfriend maybe?”

“I’m very young and right now I feel like relationships aren’t always super-certain and I don’t want ro bring too much attention to something if you don’t really know long term [what it’s going to be]” jelasku menatap kearah kamera, sedangkan yang lain terlihat sibuk menyimak dan sebagian lain sibuk membantu Harry dalam memilih foto untuk di jadikkan sampul majalah GQ edisi bulan depan.

“Ok ken, the last question is describe about yourself”

“I feel really productive, I’m very competitive with myself. I’m a scheduler, I’m always trying to keep everything together. I’m very OCD and very organized” ucapku mengakhiri sesi interview dan di meriahkan dengan tepuk tangan dari seluruh kru yang bekerja, termasuk juga Harry dan Gwen yang menatapku dari kejauhan dengan tersenyum.

Thank’s Kendall” ucap seorang kru ketika aku bangkit dari keterdudukan dan aku balas dengan sedikit membungkukkan badan seraya senyum ramah. Mulai melangkah kearah Hailey yang sedari tadi terlihat menungguku, segera aku pun menepuk pundaknya sebagai tanda aku siap untuk pergi dari tempat ini.

“Ayo” ajakku.

“Jadwalmu selajutnya sudah aku undur, sekarang kita masih harus memilih beberapa foto untuk majalahnya. Tidak masalahkan?” tanyanya ragu, namun bisa apa aku kalau sudah begini.

“Ok, lalu sekarang kita harus apa?” tanyaku.

“Hampirilah mereka dan pilih beberapa foto yang menurutmu bagus untuk tercetak di majalah edisi bulan depan”

“Lalu, kau bagaimana?”

“Aku akan menunggu hingga selesai di ruangan meeting. Sudahlah sana cepat” ucapnya seraya mendorong tubuhku kearah tengah guna menghampiri Harry dan Gwen yang sibuk menatap layar komputer.  

“Hei” sapaku.

“Kendall, bagus kau ada disini..”

“Bisakah kita mulai memilih foto mana yang akan dijadikan sebagai sampul majalah untuk edisi bulan depan?” tanya Gwen yang sontak membuatku tersenyum seraya mengangguk dan memilih salah satu fotoku yang sedang berjongkok dengan menggunakan dress simple dengan tema vintage. “Apa kau yakin?”

“Maksudku, masih banyak fotomu yang lain. Kenapa kau memilih yang itu” sela Harry seraya menunjukkan foto-foto yang baru saja dia ambil di laptopnya.

“Aku tetap pada pilihanku..” jawabku membuatnya hanya mampu berdengus kasar dan menganggukkan kepala, namun Gwen justru tertawa dan mengusap lembut pundak Harry.

“Baiklah kalau begitu Ken”

“Sisanya biar aku yang akan memilih, kau bisa pulang jika kau mau. Bukan begitu Har?”

“Ya” jawabnya singkat dengan tatapan yang masih terfokus kearah laptopnya dan mengabaikan aku yang berada disisinya.

Menyebalkan!

Tidak ingin kembali berdebat, aku pun segera meninggalkan ruangan ini dan pergi menuju ruang meeting untuk bertemu dengan Hailey. Mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum menghampirinya, aku lihat dari kejauhan dia tersenyum seolah tersipu malu ketika mengetikkan sesuatu di layar ponselnya. “Ahh yaampunn….”

“Apakah sekarang aku sedang bermimpi Ken?”

“Ada apa?” tanyaku mulai kebingungan dengan pertanyaannya.

“Dia mengajakku pergi makan malam”

“Dia siapa?” tanyaku seraya mengerutkan dahi.

“Temanku” jawabnya singkat.

“Iya, temanmu itu siapa?” kataku.

“Justin” ucapnya.

“Justin siapa?” tanyaku.

“Justin Bieber, Ken” jawabnya.

“Astaga Hails, kali ini percayalah padaku. Dia hanya ingin bermain-main denganmu. Dia tidak akan mungkin sungguh-sungguh denganmu” jelasku santai dan mencoba memberinya pengertian, karena Justin berlaku seperti ini bukan hanya kepada Hailey saja tetapi pada aku dan adikku pun demikian.

“Terserah dia hanya main-main atau tidak, yang pasti aku tetap ingin makan malam bersamanya” putusnya tegas.

“Baiklah-baiklah, terserah padamu saja yang pasti aku sudah memperingatimu sejak awal bahwa dia hanya bermain-main”

“Baiklah itu urusanku, sekarang ayo kita pulang. Aku tidak ingin terjebak macet” ajaknya yang aku ikuti dengan mengekorinya dari belakang.

Menutup tirai kaca jendela kamar karena hari sudah mulai petang, sejenak aku pun terduduk menghadap meja rias guna membuka laci meja rias. Mengambil buku berwarna hitam yang selalu menemani hari-hariku saat masih kuliah dahulu. Tidak sedikit pun terlintas dalam benakku untuk membaca kembali setiap lembarannya kali ini.

Sebelum pikiranku kembali mengingat sebagian isi dari tulisanku dalam buku hitam ini, aku lebih dahulu memilih untuk bangkit dari keterdudukan. Mengambil pemetik dari dapur dan menuju kearah kolom renang. Dengan mantap hati aku pun membiarkan api melahap buku hitam yang kini berada di dalam tempat sampah.

Aku harap dengan begitu, segala cerita dari masalalu akan berakhir dan tidak kan lagi menggangguku untuk bisa pulih. Kembali ke arah kamar tanpa perduli akan tatapan Hailey yang bertanya-tanya, segera aku pun membersihkan diriku untuk selajutnya pergi tidur.

Kembali untuk melanjutkan keseharianku diawali dengan mempersiapkan seluruh berkas sketsa gaun yang akan aku tunjukkan pada para client, selanjutnya aku pun melangkah kearah meja makan guna menikmati jamuan pagi yang selalu dipersiapkan oleh pelayan utamaku Dani.

“Selamat pagi, Nona” sapanya yang terlihat sibuk menyiapkan sarapan dan juga teh lemon yang bercampur dengan madu untukku.

“Pagi Dani” jawabku.

“Hailey dimana?”

“Nona Hailey sudah berangkat sejak pagi tadi, tapi tidak memberitahu akan kemana Nona” jawabnya yang aku balas dengan menganggukan kepala seraya mengambil posisi duduk.  

“Semalam pukul berapa Hailey pulang?”

“Sekitar pukul sebelas malam Nona” jawabnya.

“Apa dia mabuk?”

“Sepertinya begitu Non”

“Apa ada lagi yang ingin ditanyakan Non?” tanyanya

“Baiklah, kalau begitu kembalilah bekerja” perintahku seraya menikmati roti yang sudah diolesi dengan selai strawberry. Tetapi, kemudian Felix datang menghampiriku dan menunjukkan tablet di sisi sebelah kananku.

“Apa saja jadwalku hari ini Felix?” tanyaku.

“Pagi ini Nona memiliki janji temu dengan Dokter Kate”

“Kemudian siangnya dilanjutkan sesi foto untuk edisi spesial majalah GQ di Ed’s studio

“Lalu, malam harinya Tuan Brian berpesan ingin berkunjung ke Mansion ini untuk makan malam bersama Nona” jawabnya yang sontak membuatku lantas menghembuskan nafas gusar dan mengembalikan tablet kedalam genggamannya.  

“Baiklah..kalau begitu mari kita selesaikan satu per satu” putusku seraya menyesap teh dalam genggaman dan bangkit dari keterdudukan yang lantas diekori oleh Felix menuju mobil.

Setengah jam perjalanan menuju alamat yang di berikan oleh Kate untuk sesi pertemuan dengannya pagi ini, mataku justru sibuk menatap keseluruhan bangunan yang nampak semi modern di hadapanku. Tidak ingin berlama-lama, aku pun melangkah masuk dan disapa langsung oleh Kate yang melambaikan tangannya kearahku.   

“Selamat pagi, Ken”

“Selamat datang di rumah bersama”

“Mari” ajaknya.

“Tunggu” cegahku yang menarik sebelah lengannya dan berhasil membuatnya menolehkan kepala kearahku.

“Ada apa?” tanyanya.

“Apa kita akan konsultasi bersama-sama?”

“Maksudku apa tidak bisa kita berdua saja?” tawarku setelah melihat ada banyak orang di dalam ruangan dihadapanku ini.

“Pagi ini kita akan melakukan Day Care Ken, bukan lagi sesi  konsultasi seperti yang biasa kita lakukan” jelasnya membuatku mau tidak mau tetap mengikuti apa yang telah dia sarankan untukku.

“Tenang saja, kau tidak akan sendirian lagi setelah ini. Kau pasti akan menemukan teman disini” bujuknya.

“Baiklah” jawabku seadanya.

Merasa gugup karena ternyata ada 3 orang didalam ruangan, Kate pun menuntunku untuk berkenalan dengan mereka satu per satu.

“Ini namanya ruangan Rose dan kita akan selalu melaksanakan Day Care di ruangan ini bersama mereka” jelasnya.

Menurut informasi dari Kate, Day Care adalah istilah dari kegiatan terapi bagi orang-orang yang memiliki permasalah jiwa sepertiku. Di awali dengan yoga selama beberapa menit, selanjutnya kami di arahkan untuk memilih kegiatan yang disukai. Seperti halnya aku yang memilih kegiatan melukis.

Namun saat di tengah-tengah sesi kegiatan, seseorang datang dan berdiri di ambang pintu sana. Hal ini pun berhasil menarik perhatian seluruh orang dalam ruangan, termasuk aku yang kemudian menjatuhkan kuas dalam genggaman.

“Selamat pagi, Harry”

“Selamat datang di rumah bersama…” sambut Kate yang kemudian berjalan menghampirinya. “Bagaimana?”

“Apa resep obatnya sudah kau tebus?” tanya Kate.  

“Ya sudah, bisakah kita lanjutkan?” tanyanya yang masih menatapku dari sana dan bukan menatap Kate yang sedang mengajaknya berbicara. “Tentu?! Pilihlah kau ingin melakukan kegiatan apa hari ini”

“Aku akan melukis” jawabnya dan hal ini sontak membuatku menelan siliva kasar, namun tanganku tergerak kembali mengambil kuas yang baru saja aku jatuhkan.

“Baiklah, silahkan cari tempat dudukmu” ucap Kate.

“Apa aku boleh duduk disini?” tanyanya.

“Tidak” jawabku yang menyibukkan diri dengan kembali melukis. "Aku janji tidak akan mengganggu” katanya Harry.

“Tetap tidak boleh?! Cari saja tempat duduk lain” jawabku.

“Day Care pertamamu ya?” tanyanya berhasil membuatku menoleh sepenuhnya dan terkekeh remeh, kemudian melipat kedua tanganku.

Aish…

“Kau menganggu sekali tau?!”

“Aku hanya bertanya, memangnya salah?”

“Pergi dari hadapanku atau kau akan menyesal karena telah menggangguku” desisku  mengancamnya, namun dia tetap mengambil duduk di sebelahku.  

“Aku tidak mau. Aku akan tetap disini” jawabnya.

Dengan kesal aku pun kembali menghadap lukisanku dan membasahi kuasku dengan cat air berwarna merah, kemudian aku coret wajahnya itu dengan bentuk silang.

Rasakan!

Shit! Kenapa kau hobi sekali sih mengotori wajahku?!”

“Karena aku tidak ingin melihat wajahmu yang menjengkelkan itu, makanya aku selalu mengotorinya. Sudah sana pergi dari hadapanku” usirku.

“Aku tidak suka di ganggu” putusku.

Komentar

Postingan Populer