DIRTY BUSINESS - 11
Kembali berada disisi Justin karena mengikuti permintaan Ibuku, tidak membuatku ingin membangun percakapan yang baik dengannya atau pun menaruh rasa perduli dengan kisah yang baru saja dia ceritakan mengenai ketololannya dalam pesta natal di usianya yang ke 17 tahun. “Jujur saja, aku tidak benar-benar sungguhan saat itu” ungkapnya.
“Lalu?” tanyaku
acuh tak acuh ketika dia menceritakan bahwa wanita yang dia bawa dari pesta,
memanfatkan kartu kredit AMEX centurion-nya
karena terlalu mabuk. “Dalam semalam
tagihan kartu kreditku membengkak hingga US$7.500” jelasnya.
“Gwen pasti
sangat murka” tebakku membuatnya menganggukkan kepala setuju. “Kau benar! Aku
bahkan hampir kehilangan semua fasilitasku waktu itu”
“Gold digger[1] terlalu sialan memang”
umpatnya.
“Hei…” menoleh
kearahnya yang menepuk pundakku, membuat Justin merubah posisi duduknya dan
mempersilahkan untuk bergabung bersama kami di meja yang sama. “Thank’s” ucapnya.
Membosankan!
“Kyl, aku ke
toilet dulu” dustaku padanya.
Perduli setan
dengan mereka dua yang saat ini lebih tertarik membahas ke gemaran mereka
terhadap otomotif, dering peringatan dalam diriku pun lantas menggerakkan
langkah kakiku untuk segera menjauh dari mereka berdua sebelum sosoknya— Zayn
Malik yang selalu hangat dibicarakan sebagai CEO otomotif termuda sukses
kembali memenuhi otakku.
Berdiri di dekat
stand minuman, kekesalanku pun pada
akhirnya dapat teredam dengan segelas wine
yang baru saja aku habiskan. Melambaikan tangan kearah Hailey yang datang bersama
Niall dan Gemma, tanpa menunggu lama tubuhku pun hanyut dalam pelukannya. “Merry christmas..” sapaku.
“Thank’s, merry christmas Ken” jawab
Hailey yang lebih dahulu menarik diri dariku disertai anggukkan dari Gemma dan
Niall seolah telah mewakili niat mereka untuk mengucapkan hal yang sama kepadaku.
“Terimakasih kalian sudah mau datang”
“Well, aku harap kami tidak terlambat?”
“Sama sekali
tidak Niall”
“Hanya saja kau
telah melewati pesta dansanya beberapa menit lalu” jelasku membuat bahunya
meluruh dan berhembus nafas seraya menatap Gemma. “Sorry…”
“Seharusnya tadi
aku menjemputmu lebih awal” kata Niall membuat Gemma beralih menggengam
tangannya seraya tersenyum.
“Tidak perlu
meminta maaf, Niall”
“Next time kita masih bisa melakukannya
kan?” jawabnya membuat aku dan Hailey saling berpandangan. Oh god, ada apa dengan mereka?
“Gagal kencan di
malam natal…”
“Bisakah kau
melihat hal itu Ken?” godanya membuatku mengangguk. “Ya, aku bahkan sampai
kehabisan kata-kata” jawabku seraya melihat Gemma yang kini nampak terlihat
tersipu malu, berbeda dengan Niall yang tampak biasa saja.
Dasar
bodoh! Dia bahkan tidak menyadari apa efek yang akan ditimbulkan dari
perkataannya itu. Oh God, aku pastikan kau akan benar-benar dalam masalah
sebentar lagi Horan. Kita tunggu saja!
“Biasakanlah
untuk tidak berada didekat bajingan, maka kalian akan mengerti bagaimana pria
sesungguhnya bersikap” saran Niall yang membanggakan dirinya sendiri, membuatku
merasa mual. “Kau tidak cocok menjadi seorang Pastor, Niall” serunya berhasil
memecah tawaku, Hailey dan Gemma.
“Ok, aku pikir
kami berdua perlu membahas masalah pekerjaan sebentar. Bukan begitu Hails?”
“Sure!”
“Come
on Ken…” ajaknya seraya menarik tanganku
yang saat ini sudah dia himpit di sebelah lengannya. “Bye Guys, have fun” lanjutnya.
“Apa kau cemburu
Hails?”
“Kenapa kau
bertanya begitu?” jawabnya yang justru balik bertanya. “Entahlah, Justin nampak
sibuk dengan Kylie dan Niall juga sepertinya mulai menaruh hati pada Gemma”
“Lalu, bagaimana
denganmu?” tanyaku penasaran.
“Kenapa
memangnya denganku?”
“Kau sendirian
dan selalu berakhir didekatku. Tidakkah kau bosan?” tergelak atas apa yang baru
aku pertanyakan, sontak hembusan nafas kasarku pun berhasil meredam tingkahnya
ini. “Sungguh, aku tidak memiliki alasan untuk bosan berakhir didekatmu Ken”
“Tapi,
sepertinya kali ini kau salah?!” mengerutkan dahi cukup dalam karena tidak
paham akan maksud dari perkataannya, membuatku semakin menatapnya dalam. “Apa maksudmu?”
tanyaku.
“Iya, karena sepertinya
malam ini kau akan berakhir bersamanya” jawabnya seraya mengedahkan dagunya
kearah Zayn yang terlihat sedang berjalan kearah kami.
Oh,
No! Shit.
Saling bertukar
tatapan ketika dia berada tepat di hadapanku, tanapa aba-aba dia lantas menarik
tanganku dan aku pun menjadi terpaksa mengikuti langkahnya yang membawaku
menuju kearah halaman depan Mansion
dimana semua mobil nampak terparkir dengan rapih. “Zayn lepaskan tanganku!”
“Jangan
memancing perhatian banyak orang”
“Zayn lepaskan! Tanganku
sakit!” keluhku yang sama sekali tidak dia hiraukan dan justru semakin cekatan
melangkah kearah mobil Bantley klasik
berwarna hitam yang terparkir disana. “Berhenti Zayn!”
“Cukup sudah!”
jeritku merasa tidak tahan lagi.
Sebab, keluar
dari Mansion ini bersama denganku
sungguh bukanlah ide yang cemerlang sekaligus menjadi hal yang tidak akan mudah
untuk dilakukan. Mansion
ini memiliki CCTV di setiap sudutnya
yang dipantau selama 1x24 jam setiap harinya.
Para bodyguard juga tidak pernah lengah
berjaga di berbagai area Mansion dan kuat keyakinanku, bahwa
dia tidak akan berhasil membawaku keluar dari Mansion ini dan mungkin malam ini justru akan menjadi malam yang
paling mengerikan untuk kami. “Don’t
wasting time, Ken”
“We
gotta get out of here tonight” menggelengkan kepala
sebagai bentuk penolakan yang mala mini aku lakukan entah untuk keberapa
kalinya, membuat tatapan kami pun saling menyelami satu sama lain. “No, Zayn!”
“I
can’t…”
“Can we switch up all the rules just for
tonight Ken?” tanyanya terdengar memohon. “I wish we can..” kataku.
“So?”
“If we break it then we will get the
consequences” peringatku.
“Persetan dengan
semua aturan dalam keluargamu itu. Faktanya, kau pun juga sangat keras kepala
Ken” makinya dengan rahang yang nampak mulai mengeras, karena aku tetap pada
keputusanku untuk mengikuti keinginan ayah dan ibuku. “Berkacalah!”
“Bukan hanya aku
yang keras kepala. Tapi, kau pun juga sangat egois Zayn” ungkapku membuat raut
wajahnya berubah dingin, seolah siapapun yang menyentuhnya akan membeku. “What do you want?” tanyanya tiba-tiba.
“What do you mean?” ucapku balik
bertanya.
“Jangan menjawab
pertanyaanku dengan pertanyaan Ken!”
“Maka, jangan
membuat pertanyaan yang membingungkan Zayn!” keluhku tidak mau kalah. “Hanya
menyebutkan apa maumu, apa susahnya?!” balasnya.
Sialan!
“Aku tetap tidak
mengerti!”
“Kita buat sebuah
kesepakatan…”
“Aku akan
memberikan apapun yang kau inginkan asalkan kau mau mengabaikan aturan itu hanya
untuk malam ini, bagaimana?” tergelak karena ucapannya, dengan sungguh-sungguh
aku pun mengambil satu langkah mundur dari hadapannya. “Kenapa kau melakukan
ini?”
“Apapun akan aku
lakukan untuk Paris”
“Melakukan
apapun untuk Paris dan mempertaruhkan aku sebagai gantinya, begitukah?”
“…” memutar bola
mata malas dan tertawa ironi karena tidak mendapati jawaban darinya, seketika
membuat jari tangannya menahan wajahku untuk menghadap kembali menatapnya.
“Tatapan aku Ken!”
“Berapa kali
sudah aku peringatkan agar jangan pernah memberikan tatapan seperti itu padaku!”
“I don’t care!” tentangku yang kemudian
mendapati tatapan tajam darinya dan juga ciuman kasar di bibirku hingga aku
kesulitan menghirup udara karenanya.
Sialan!
“Cukup Zayn!”
“Let’s
bring me back to where we started” putusku seraya
menepis tangannya, namun dia justru menyeringai dan menatapku dalam hingga
nyaris membuatku merasa seperti di telanjangi.
“Never!”
“Kita telah
memiliki Paris dan sama seperti kau yang tidak ingin melanggar aturan dalam
keluargamu, aku pun tidak ingin perjanjian dalam kontrak dilanggar” jelasnya.
Omong
kosong!
“Zayn?!” sama-sama
menoleh kearah sumber suara, membuatku kemudian kembali menatap Zayn untuk
meminta penjelasan bagaimana bisa Gigi mengenalnya dengan meninggikan sebelah
alisku. “Oh, hei Ken?!” lanjutnya.
Tersenyum samar
guna mengindahkan sapaan darinya tanpa mau bersusah payah untuk bersuara, Gigi
pun nampak tidak perduli dengan sikap dingin yang aku tunjukkan dan tetap
terlihat begitu percaya diri. “Apa yang sedang kalian lakukan disini?”
“…” tidak ada
salah satu dari aku dan Zayn yang menjawab pertanyaannya, siapa sangka jika
ternyata Gigi nampak terlihat tidak terkejut sama sekali. “Kau sendiri kenapa
disini?” alihnya.
“Kenapa kau mau
tau?” jawab Gigi begitu sarkas, berhasil membuatku meninggikan sebelah alis
seraya menatap keduanya secara bergantian dan tanpa sengaja aku melihat jelas
perubahan yang nyata di wajah Zayn. “Oh
come on! Jangan menunjukkan ekspresi seperti itu!”
“Kau terlihat
sangat mengerikan, sungguh!”
“Itu bukan
jawaban yang aku inginkan” tegasnya, yang lantas direspon Gigi dengan decihan. “Aku
disini karena menunggu dia yang sedang memarkirkan motor kesayangannya”
“Really?”
“Kau datang
kesini menggunakan motor?” tanyaku begitu terkejut wanita yang berasal dari kalangan
sosialita sepertinya mau menggunakan motor ke sebuah pesta, terlebih lagi ini
adalah musim dingin dan akan sangat berisiko jika menggunakan kendaraan roda
dua terutama saat malam hari. “Dia hanya mau datang ke pesta ini jika kami
menggunakan motor kesayangannya”
“So, dari pada aku berakhir datang sendiri.
Lebih baik aku mengikuti saja kemauannya itu”
“Then here
i’am now..” ungkapnya dengan begitu bangga.
“Menurutku itu
sama sekali bukan pilihan yang tepat” jawabku mematahkan perasaannya dan
membuat Zayn tersenyum seraya mengangguk setuju. “Benar. Aku setuju..”
“Harusnya kau
lebih mengutamakan keselamatanmu dari pada mengikuti egonya” sindirnya yang
justru terdengar penuh ke khawatir di telingaku.
“Dia selalu ada
untukku…”
“Jadi, itulah
kenapa aku sama sekali tidak khawatir akan keselamatanku” berhasil membuat
tatapan Zayn tertuju kepadanya karena jawaban yang di berikan, aku pun semakin
sulit untuk mengartikan keduanya saat ini.
Hingga tiba-tiba
saja suara seseorang mengintrupsi. “Gi? kenapa masih disini?”
“Apa pestanya
telah berakhir?” tanyanya yang langsung membuatku terpaku kearah kedua iris
mata berwarna hijau miliknya yang beberapa hari lalu aku lihat. “Kendall?”
“Harry..”
gumamku samar karena terlalu terfokus akan aromanya yang khas tobacco vanilla—Tom ford.
Oh
God, apakah ini suatu kebetulan? Dan diakah kekasih Gigi yang saat ini sedang ramai di beritakan?
“Kalian saling
mengenal?” tanya Gigi sambil menatap penuh menelisik kearahku yang kemudian beralih
menatap Zayn seolah meminta dukungan. “Ken?”
“Kau mengenal
Harry?” timpa Zayn yang menatapku tajam.
“Aku mengenalnya
secara tidak sengaja waktu itu..” jelas Harry yang saat ini menatapku sambil
tersenyum, seolah dia berupaya membuatku untuk tetap nyaman akan pertanyaan
yang di ajukkan oleh Gigi dan juga tekanan yang aku dapatkan dari Zayn. “Harry
benar” timpaku.
Merasa beruntung
berada dalam situasi seperti ini, aku pun lantas berusaha menunjukkan senyumku dan
memulai untuk memanfaatkan kehadiran mereka diantara aku dan Zayn. “By the way, sepertinya aku harus kembali
kedalam…”
“Aku duluan ya?”
putusku.
“Sure!” jawab Gigi yang menyetujui
keputusanku, namun langkahku lantas tertahan karena tangannya menahan
pergelangan tanganku. Akan tetapi, aku yang tidak ingin lebih lama berada didekatnya
pun berusaha untuk tetap melepaskan diri. “Lepaskan Zayn!” pintaku.
“Pembicaraan
kita masih belum selesai Ken”
“Zayn,
sepertinya kau perlu mengajaknya berbicara di tempat lain. Jangan mengundang
perhatian banyak orang..” peringatnya, berhasil membuatku terkejut dan tidak
menyangka.
Sekecil
inikah lingkaran pertemananku? Oh no, no, no! mereka bahkan hanya orang asing
dalam hidupku.
“Harry benar!”
“Ingatlah, kedua
orangtuamu juga ada disini Zayn?!”
“Jangan membuat
usaha mereka yang sudah bersusah payah membuat citra baikmu itu menjadi rusak
hanya karena sikapnya yang terlalu drama ini” mendapatkan sindiran menohok dari
Gigi, aku pun dengan erat mengepalkan kedua tanganku guna meredam emosiku yang
ingin sekali menjambak rambut pirangnya. Dan
barusan dia bilang apa? Aku drama?
Sialan!
“Tutup mulutmu!”
“Jangan
berbicara seolah kau begitu tau bagaimana caraku bersikap!” peringatku untuk
Gigi seraya mendorong bahu Zayn kearahnya. “Kalau kau memang tertarik padanya,
lebih baik kau katakan saja secara langsung. Tidak perlu menganggapku sebagai
sainganmu” kataku.
“Kendall!” peringat
Zayn akan kata-kataku, namun aku sama sekali tidak gentar dan sudi bersandiwara
bahwa aku buta akan ketertarikkan Gigi padanya. Lagi pula, jangan berpikir
kalau aku bersikap demikian karena aku cemburu.
Itu
salah dan tidak akan pernah terjadi!
“Nona..” panggil
seorang kepala dari bodyguard utusan
ayahku yang nampak berjalan menghampiri kearahku bersama 9 orang anak buahnya,
namun dengan cepat Zayn mengambil langkah di depanku untuk menghalangi mereka.
“Stay away!” peringat Zayn.
“Maaf, tapi Tuan
Brian dan Nyonya Kris memerintahkan kami untuk mencari anda Nona”
“Kendall akan
tetap disini?!” tegas Zayn.
“Maaf, tetapi
sesuai perintah Nyonya Kris. Kami diminta untuk membawa Nona kembali ke dalam,
karena Tuan Justin sudah menunggu Nona sedari tadi” mengamati baik-baik raut
wajah Zayn atas ucapan dari seorang kepala
bodyguard utusan ayahku, membuatnya tanpa aba-aba menarik tanganku dalam
genggamannya lagi. “Berhenti Tuan!”
“Kami hanya
menjalani perintah!”
“Jadi, jangan
menghalangi tugas kami” peringatnya seraya menghalangi langkah Zayn yang ingin
membawaku pergi. “Ini bukan tempat yang tepat?! Jangan membuatku dan Gigi ikut terseret
dalam masalah kalian” bisik Harry yang masih bisa aku dengar.
“Sudahlah Zayn?!”
“Biarkan mereka
membawanya” timpa Gigi.
Melihat keduanya
saling berpandangan dan sepertinya Zayn juga mulai berpikir akan apa yang
diucapkan Gigi, kewarasanku pun langsung mengambil alih dan perlahan melepaskan
tanganku dari genggamannya sehingga membuatnya beralih menjadi menatapku sepenuhnya.
“Ayo..” ajakku yang lebih memilih menatap kearah bodyguard utusan ayahku.
Memimpin langkah
para bodyguard utusan ayahku guna
berlalu dari hadapan Zayn, Gigi dan juga Harry. Nyatanya tidak lantas berjalan
mulus dan siapa sangka jika Zayn justru menghajar salah seorang bodyguard utusan ayahku yang berada di
barisan paling belakang.
Oh
God! Ada masalah apa sih sebenarnya dia!
Berhasil
melumpuhkan satu bodyguard utusan
ayahku, membuat 9 orang lainnya tidak tinggal diam dan langsung menyerangnya.
Di bantu oleh Harry untuk melawan 9 orang bodyguard
yang menyerang Zayn secara bersamaan, tidak banyak yang bisa aku lakukan selain
mengamati perkelahian mereka. Sehingga membuat tatapan Gigi terlihat begitu
memancarkan kemarahannya padaku di seberang sana.
“Come on, Ken?!” tersenyum tipis akan usahanya
yang berhasil melumpuhkan para bodyguard utusan
ayahku demi bisa membawaku menghabiskan malam natal bersamanya dan Paris, tiba-tiba
pandanganku lantas beralih menatap lekat kearah seorang kepala bodyguard utusan ayahku yang berada di
belakang tubuh Gigi dan nampak mengulurkan pisau kearah lehernya.
“No!” jeritku pada akhirnya dan berhasil
membuat Zayn juga Harry mengikuti arah pandanganku. “Maaf Nona..”
“Tapi, Nona
Kendall tidak bisa pergi kemana pun”
“Nona harus tetap
berada di Mansion ini Tuan” ancamnya.
“Brengsek!”
umpat Harry yang lantas membuatnya semakin merekatkan pisau itu kearah leher
Gigi, namun Zayn berhasil mencekal pergelangan tangan Harry dengan tangannya
yang satu untuk tidak bertindak gegabah. “Lepaskan dia” pinta Zayn.
“Tidak!”
“Anda yang membuat
saya terpaksa melakukan ini” jawabnya.
“Dengar
baik-baik! Kau benar-benar akan sangat menyesal kalau sampai sedikit saja
kulitnya tergores karena ulahmu!” ancam Harry berupa dering peringatan dan
sangat menegaskan bahwa dia sangat menghawatirkan kekasihnya itu. “Kalau begitu
biarkan saya membawa Nona Kendall”
“Sebab, akan ada
pertanggung jawaban yang harus saya terima jika saya gagal membawa Nona kembali
ke dalam Tuan”
“Jadi saya mohon, biarkan saya melaksanakan
perintah. Maka saya akan melepaskan Nona ini” tawarnya, membuat Harry beralih memandang
Zayn penuh permohonan. “Zayn?”
Bertukar tatapan
dan saling menatap lekat dengan Zayn, aku pun berusaha menahan diriku untuk
tetap mengikuti alur yang mereka mainkan dengan memilih menutup mulutku
rapat-rapat. Merasakan tangan Zayn yang menggenggam tanganku terlepas, rasanya
cukup bagiku untuk mengerti apa yang menjadi keputusannya.
Perasaan seseorang itu mudah
berubah-ubah. Jadi, jangan sampai ketika kau tidak mendapatkan apa yang kau
harapkan. Hal itu justru membuatmu berakhir kecewa.
Teringat akan
ucapan ayahku beberapa jam yang lalu, segera aku pun memutus tatapanku dari
Zayn dan lebih memilih menatap lurus. Seolah dia telah berhasil menunjukkan bagaimana
sikap Zayn seharusnya kepadaku, Gigi akhirnya melakukan perlawanan dengan menggigit
tangan bodyguard-ku yang mulai menjauhkan
pisau di lehernya kemudian menyikut bagian perut seraya meninju wajah bodyguard utusan ayahku itu.
Good!
Kau
bisa berhenti melakukan apapun untuk Paris sekarang.
Tidak ingin ikut
bersuka cita atas keputusannya, tanpa buang waktu lagi aku akhirnya dengan
mantap mengambil langkah lebar untuk meninggalkan mereka semua tanpa mau
membuka suara atau pun sekedar menatap mereka satu per satu dan mengindahkan
panggilan putus asa dari Zayn di belakang sana.
There
was no turning back!
Melangkah memasuki Mansion dengan menggunakan heels berukuran 12 centi, ternyata berhasil membuat perhatiannya yang sedang menonton Disney parade malam natal tertuju
kearahku yang baru saja ingin menghampirinya di ruang tengah. “Mèye” panggilnya,
membuatku menyinggung senyum lebar karena mendengarnya yang masih belum bisa
berucap kata ‘Mère’[2] dengan
jelas.
“Bonjour, ma fée”[3] jawabku seraya
membuka kaca mata merk gucci berwarna hitam yang sedari tadi
bertengger di hidungku, kemudian membungkukkan tubuhku untuk mencium kedua pipi
dan juga bibirnya.
“Merry Christmas, P”
“Meyyi Cyismas Mèye” balasnya terlihat
sedang sibuk memainkan sendok dirambut
gelombangnya dan berakhir di antara kedua bibirnya yang terhimpit. “Paris,
jangan memainkan sendokmu seperti ini. Makanlah makananmu dengan benar” peringatku
seraya merebut sendok dalam genggamannya.
“Gyanny…” teriaknya yang tidak terima dan
berhasil membuat Bibi Rozelle datang menghampiri kami. “Kendall, ini masih
terlalu pagi untuk membuatnya menangis?!”
“Biarkan
saja Paris melakukan apa yang dia inginkan”
“Jangan
membuat mood-nya kembali berantakan”
mengerti dengan apa yang dia ucapkan sekaligus menjadi merasa bersalah, aku pun
segera mengembalikan sendok miliknya. “P, aku memiliki hadiah natal istimewa
untukmu”
“Yeally?” tanyanya terlihat antusias
seraya mau menerima kembali sendok miliknya yang aku ulurkan. “Yes” jawabku seraya menggangguk
sungguh-sungguh dan tergerak untuk mengeluarkan tissue basah dari dalam tas hermes
pemberian Zayn karena OCD (obsessive compulsive disorder) yang aku
miliki.
“Wheye?”
“Ada
di dalam mobil, aku akan minta Uncle Felix
untuk mengambilkannya nanti. Tapi, sebelum aku memberikan hadiahnya kepadamu.
Maukah kamu berjanji satu hal kepadaku lebih dulu?” lanjutku meminta
kesepakatan.
“Yea,yea! What is that?” tanyanya
penasaran, sehingga aku pun memilih untuk berjongkok seraya membersihkan kedua
tangannya yang menyatu di atas tray
kursi makan dengan tissue.
“Berjanjilah
pada Mère bahwa kau tidak akan memainkan
sendokmu seperti tadi lagi. Terlebih ketika kau belum menghabiskan makananmu,
bagaimana?”
“Tapi
sendoknya manis Mèye” keluhnya.
“Akan
lebih manis kalau kau memakan buahnya, P”
“Buahnya
teyayu besay Mèye”
“Baiklah,
lain kali Granny[4] akan memotong
buahnya lebih kecil lagi untukmu. Bukan begitu, Granny?” tanyaku seraya menatap kearah Bibi Rozelle yang saat ini
menyilangkan kedua tangannya di sebelah kanan Paris. “Iya, itu benar P. Granny janji, lain kali Granny akan memotong buahnya lebih kecil
lagi agar kau tidak kesulitan ketika memakannya ya?”
“No, no, no… Gyanny” jawabnya, membuat
aku dan Bibi Rozelle saling melempar tatapan kebingungan. “Kenapa?”
“Mèye saja yang menyiapkan buahnya ya?” tanyanya
berhasil membuat hatiku berdesir hebat, sekaligus merasa bahwa aku telah gagal
berperan sebagai seorang ibu untuknya karena aku tidak memiliki keahlian dalam
memasak. “Tentu saja Mère akan menyiapkannya
lagi untukmu. Tapi, kau harus menghabiskan dulu yang ini oke?” bujuk Bibi
Rozelle.
Melihatnya
hanya menggelengkan kepala seraya tertunduk dengan raut wajah sendu dan bibirnya
yang ranum pun nampak terbuka seperti menahan kesedihan, membuat tanganku segera
meraih jemarinya yang kecil dan menghantarkan usapan hangat. “Tidak baik menyisakan
berkat Tuhan, P”
“Hargailah
Sang pemberinya juga”peringatku pelan.
“Gyanny dan Pèye sudah seying menyiapkannya untukku”
“Tapi,
Mèye tidak peynah” keluhnya berhasil membuatku
seketika kesulitan untuk bernafas dan semakin menggenggam erat jemarinya karena
tanpa di sadari aku telah banyak mengecewakannya.
Oh yaampun… Maafkan
Mommy, Paris!
“Jangan
pernah menundukkan kepalamu, Princess.
Atau nanti, mahkota indah yang sudah Père[5] janjikan tidak bisa diletakkan diatas
kepalamu Princess” menoleh kearahnya
yang baru saja menuruni anak tangga terakhir dengan pakaian tidurnya yang kusut,
membuat Paris seketika melepaskan tangannya dari genggamanku dan merentangkan
tangan kearahnya. “Pèye” panggilnya.
“Ada
apa? Kenapa berteriak-teriak Princess?”
“Mèye…” tunjuknya kearahku guna mengadu
kepada Zayn yang saat ini sudah berada tepat di hadapannya, membuatku yang
ingin memberi jarak lantas di tahan oleh sebelah tangan Zayn. “Kenapa dengan Mère, Princess?”
“Apa
Mère melakukan hal nakal?” tanyanya,
membuatku berhembus nafas kasar dan dengan cepat melepaskan tangannya di
pergelangan tanganku. “Tenang saja Père”
“Mère sama sekali tidak nakal…” jawab
Bibi Rozelle.
“Lalu?”
“Paris
meminta agar aku yang menyiapkan buah untuknya”
“Benarkah
begitu, P?”
“Yea! That
tyue Pèye...” jawabnya seraya menatap kearah aku dan Zayn secara
bergantian, sedangkan Bibi Rozelle yang mengerti bahwa aku tidak mampu menuruti
permintaan Paris ini dengan cepat menyela. “Baiklah, sesuai dengan keinginan P.
Mère akan menyiapkannya bersama
Granny nanti”
“Tapi,
Paris juga harus menghabiskan yang ini terlebih dahulu sebelum Mère meyiapkannya lagi. Bukan begitu Père?” belum sempat Zayn menjawab, raut
wajah Paris sudah lebih dulu menyinjukkan ketidak setujuannya. “No! Gyanny”
“Mèye hayus
menyiapkannya setiap hayi bukan nanti!”
koreksinya dengan berteriak marah dan melempar sendok dari tray-nya kearah Bibi Rozelle.
“Paris!”
peringatku berhasil membuat tangis Paris lantas pecah.
“Kendall!”
memejamkan mata sejenak karena Zayn memanggil namaku begitu lantang, membuat
Paris yang masih menangis tergerak menjulurkan tangannya kearahku. “Mèye..”
“Sorry, Paris” ucapku menatap dalam
kearah kedua matanya yang berlinang air mata, sedangkan Zayn dengan cepat
mengangkatnya dari high chair dan memeluknya.
“Mèye..” panggilnya.
“Mère disini, P”
“Paris,
maafkan suara Père yang terlalu besar
ya?” ucap Zayn.
“You make me scaye, Pèye” jawabnya masih
dengan nafas tersenggal-senggal, sehingga aku pun memperkecil jarak kami dan
mengusap punggungnya agar dia tidak memuntahkan makanan yang baru saja mengisi
perutnya. “Kami minta maaf, P. Sudah ya jangan menangis lagi?” bujukku.
“P-pa-yis
su-d-ah nak-al Mèye” akunya sambil
menangis, sehingga tanganku pun tergerak mengusap air mata yang mengalir di
kedua
pipinya. “Kalau begitu kembali menjadi anak baik dengan meminta maaf, ok?”
“O-ok-
Mèye” patuhnya yang lantas di hadiahi kecupan singkat oleh Zayn dipipi
kanannya. “Good Princess” pujinya.
“Granny, maafkan sikap Paris ya?” kataku
seraya membawa telapak tangan Paris terulur kearah Bibi Rozelle dan lantas di
indahkan oleh Bibi Rozelle.
“Princess, ucapkan permintaan maaf pada Granny ya?” timpa Zayn yang disetujui
oleh Paris dengan anggukkan kepala. “Soyyi
Gyanny. P sudah nakal pada Gyanny”
“P
pyomise, not to be naughty again..”
“Ok, janji selalu menjadi anak yang baik
ya P?”
“Yea, Gyanny” jawabnya.
“Peluk
Granny?” pintanya, membuat Paris
merentangkan kedua tangan kearah Bibi Rozelle dan memeluknya dengan erat namun badannya
tetap berada dalam gendongan Zayn. “Kado natal untukku jangan lupa ya Gyanny” peringatnya membuat aku, Zayn
dan Bibi Rozelle tersenyum lebar.
“Sure, P” jawab Bibi Rozelle seraya
mengecup pucuk kepala Paris. “Kita semua tidak mungkin lupa mempersiapkan kado
natal untukmu Princess. Apapun yang
kau inginkan, pasti akan kami usahakan untukmu” timpa Zayn seraya mencuri
tatapan kearahku, namun aku yang sudah mengerti akan maksud dari tatapannya itu
memilih untuk kembali terfokus kepada Paris. Oh yaampun! Bisakah dia tidak usah menyindir kejadian semalam?!
Ini bahkan masih
terlalu pagi untuk kembali berdebat!
“P,
come on. Kita ambil hadiah natalmu di
dalam mobil” alihku mencoba menghindar, sekaligus sudah mulai merasa terganggu
dengan aroma tubuhnya yang pekat akan aroma alkohol.
Dasar bajingan
tidak tau tempat!
Entah sudah
semabuk apa dia semalam, sampai-sampai dia lupa menjaga kebersihan didekat
putrinya pagi ini.
Ceroboh sekali!
Batal
mengikuti kemeriahan christmas boat
parade di pantai Newport tadi malam, padahal sudah Zayn persiapkan dan juga
telah dia janjikan sejak christmas tahun
lalu. Pagi ini aku pun setuju mengikuti permintaanya untuk mengelilingi pantai Newport
menggunakan motor yacht pribadinya
saja, walaupun suhu udara hari ini menujukkan
Hampir setengah jam berada
di dalam motor yacht ini hanya bersama
dengan Zayn dan juga Paris, karena Bibi Rozelle lebih memilih untuk menetap di Mansion bersama Felix. Baik aku maupun
Zayn masih sama-sama belum membuka percakapan apapun semenjak kami memasuki motor
yacht ini.
Sehingga, ketika
Paris sudah mulai terlelap dalam tidurnya setelah di bacakan dongeng. Aku pun memutuskan
untuk bergabung dengannya di deck depan
yang sedang berdiri menatap kosong ke hamparan pantai Newport.
Merekatkan black long leather coat yang saat ini aku
kenakan, sekilas aku mencuri pandang kearahnya yang nampak fokus menyesap wine tanpa memperdulikan kehadiranku
disisinya.
Oh
God! Bisakah dia tidak bersikap acuh seperti ini padaku?!
“Memperhatikanku?”
“Percaya diri sekali!”
jawabku seraya berdengus remeh dan di indahkan olehnya dengan seringaian tipis.
“Wine?”
tawarnya yang aku jawab dengan gelengan kepala.
“Aku harus berangkat ke
London setelah ini”
“Birthday DW Group?” membenarkan pertanyaannya dengan menganggukkan
kepala, detik itu juga dia lantas memutus tatapan mata kami seraya menyesap
kembali wine dalam genggamannya.
“Apakah kau menghadiri acara itu karena keinginanmu sendiri?”
“Ya” dustaku.
“Baiklah, kalau
begitu kita akan berangkat bersama”
“Aku akan datang
bersama Ibuku” kecewa atas jawabanku yang lagi-lagi adalah sebuah penolakkan, dia
lantas menoleh dan menatapku dengan tatapan yang sulit untuk aku artikan. “Berhentilah
membohongi diri sendiri Ken?!”
“Mau sampai kapan kau
terus-terusan mengikuti segala keinginan orangtuamu dan mengabaikan keinginanmu
sendiri?”
“Ketahuilah, bukan
hanya kedua orangtuamu saja yang perlu kau bahagiakan Ken. Tetapi, dirimu
sendiri juga perlu dan layak mendapatkan kebahagiaan” jelasnya.
“Aku sudah bahagia”
jawabku dengan lidah yang kelu dan menahan sesak di kedua paru-paruku atas
penjelasannya yang langsung di setujui oleh suara hatiku. “Omong kosong!”
“Aku bahkan tidak
melihat itu di matamu!”
“Yang aku lihat
justru kau hanya pura-pura bahagia saja. Terlebih lagi, kau juga selalu menolak
kebahagiaan yang aku tawarkan?!” ungkapnya membuatku memilih memejamkan mata
sejenak dan mengumpulkan kekuatan untuk tidak menangis di hadapannya. “Paris
adalah sumber dari kebahagiaanku Zayn”
“Oleh karena itu, aku
tidak ingin satu-satunya sumber kebahagiaanku dirusak karena keegoisan orangtuaku”
“Cukup aku yang menjadi
boneka untuk orangtuaku?!”
“Tidak dengan adikku
atau pun Paris” jelasku yang sekuat tenaga mempertahankan keseimbangan rasa
emosional dan kewarasanku.
“Tenanglah…”
“Untuk yang satu itu
aku bisa pastikan tidak akan pernah terjadi Ken” selanya sambil menatapku lekat,
sedangkan aku memilih untuk mengambil alih gelas wine didalam genggaman tangannya dan melemparnya ke hamparan air
laut.
“What the hell are you doing Ken!”
“Aku mempercayakan
Paris padamu, Zayn” jawabku atas keterkejutannya. “Apa maksudmu?”
“Berhentilah untuk minum-minuman
beralkohol ketika kau sedang bersama Paris. Dan terserah bagaimana jika kau
tidak sedang bersamanya..” peringatku yang tidak ingin pertumbuhan anakku
terganggu karena mencium aroma alkohol yang dia konsumsi.
“Ok, tapi kau tidak perlu membuang minumanku seperti itu”
“You’re a good father for her Z”
“You’re
a good mother for her too, Ken”
“Thank’s.
But, i hope you can find a good wife to be step mother for her Z” kataku seraya menggigit bibir
bawahku, membuat tatapannya menjadi marah namun ibu jari tangannya terulur
bergerak menyapu lembut bibir bawahku. “Kau bicara apa sih?!”
“Jangan memancingku
Ken” terkekeh pelan
karena mendengar peringatan darinya yang terdengar menahan diri, segera aku pun
menarik tangannya. “Aku serius, Z”
“Dengan siapapun kau
ingin menikah nanti, aku pasti akan menyetujui jika Paris bergulir tinggal
bersama keluarga barumu”
“Tapi, jika kamu nantinya
menikah dengan Gigi jangan harap hal itu terjadi dan bisa menjadikan Gigi sebagai
step mother untuk Paris” terdiam lalu
menggelengkan kepala atas apa yang baru saja aku ucapkan, membuatnya langsung
mengusap wajahnya kasar. “Dengar Ken?!”
“Aku dan Gigi hanya
berteman. Lagi pula, sudah berapa kali aku jelaskan bahwa aku tidak berminat
untuk terikat dalam sebuah hubungan pernikahan”
“Dan kenapa juga kamu
bisa berpikir aku akan menikahi Gigi?”
“Wanita itu
sepertinya tertarik padamu dan tidak suka padaku, jadi aku tidak ingin
ketidaksukaannya padaku berimbas kepada Paris” jelasku. “Jangan selalu menjadikan
Paris sebagai alasan Ken”
“Memang kenyataannya
seperti itu Zayn” yakinku padanya.
“Kenyataannya Paris
tidak membutuhkan step mother, step
father atau siapapun juga disisinya Ken”
“Dia hanya
membutuhkan kamu dan aku. That’s it” ucapnya.
“Tapi kita berdua
tetaplah hanya orang asing, Zayn?!”
“Dan aku tidak ingin
dia merasakan asing juga jika berada di dekat kita berdua. Well, walaupun dia juga berhak mendapatkan keluarga yang utuh”
jelasku mencoba memberinya pengertian, agar hatinya itu mau melunak untuk
membatalkan saja perjanjian yang terikat diantara kami dengan menikahi wanita
manapun namun tidak dengan Gigi. “Keluarga yang utuh katamu?”
“Oh, come on?!”
“Coba kau lihatlah kita berdua sebagai
contohnya Ken”
“Apakah kita berdua
yang berasal dari keluarga utuh, sudah merasakan bagaimana rasanya keberadaan
mereka sebagai keluarga untuk selalu disisi kita setiap saat? Tidak pernahkan?!”
“Salah satu dari
mereka justru malah sibuk dengan urusannya sendiri dan akhirnya keluarga hanya
tinggal nama baik yang dilihat, bukan lagi bagaimana keutuhan didalamnya” jelasnya
begitu terbakar emosi dan membuat kedua matanya memerah, seolah menahan agar
air mata tidak lantas membasahi kedua pipinya. “Aku mengerti perasaanmu Zayn”
“Tapi,
kedepannya kita pun pasti akan kesulitan dalam membagi waktu satu sama lain dan
aku tidak ingin kalau sampai kejadian seperti tadi malam terulang lagi”
keluhku.
“Bersabarlah
Ken…”
“Kita
hanya perlu mencari waktu yang tepat untuk memberitahukan kehadiran Paris” jelasnya
sangat bertolak belakang dengan apa yang aku harapkan dan membuat amarahku
seketika bergejolak. “Itu sama saja dengan kau mengumumkan hubungan satu malam
kita kepada publik Zayn!”
“Mau
tidak mau…”
“Apa
kau sudah gila!” umpatku.
“Benar,
mungkin aku memang sudah gila”
“Tapi
aku bukan seorang pengecut Kendall. Dan aku yakin, kau pun juga bukan wanita
yang tega menyembunyikan kehadiran putrimu dari dunia ini kan?” ucapnya berhasil
membuatku mendengus remeh dan bertelak pinggang.
“Itu
benar. Tapi jangan lupakan realita juga bahwa kita adalah orang penting di
dalam dunia bisnis Zayn?!”
“Jika
semua ucapanmu itu benar-benar sudah ter-realisasikan, pasti akan ada banyak
juga pesaing bisnis kita yang memanfaatkan hal ini nantinya” peringatku atas keputusannya
itu.
“Persetan
dengan itu semua!”
“Yang
terpenting bagiku adalah masa depan Paris. Nama baik atau karirku sekali pun,
sangat tidak ada apa-apanya jika di bandingkan publik yang sudah mengetahui status
Paris sebagai anakku”
“Tapi,
kelak Paris juga pasti akan mendapatkan dampaknya Zayn” ungkapku begitu
khawatir, namun dia mencoba memberikan keyakinan dengan menggenggam erat kedua
tanganku
“Jangan
khawatir Ken”
“Paris
telah memiliki nama belakangku”
“Tidak
ada seorang pun yang berhak menghakimi kehadirannya apalagi sampai bertindak
macam-macam” mendengar kesungguhannya ini, justru semakin membuat rasa takut
serta khawatir tumbuh subur di dalam hatiku. “Tapi, Zayn kalau ternyata
keputusan yang kau buat ini salah bagaimana?”
“Kalau
malah terjadi hal yang sebaliknya bagaimana?”
“Kalau
sampai terjadi apa-apa dengannya nanti bagaimana?”
“Kalau
sampai-”
“Berhenti
over thinking Ken” selanya
memperingatiku.
“Seorang
ayah tidak akan pernah membiarkan putrinya bersedih bukan?” tanyanya mencoba meredam
kepanikanku.
“Kesedihan
bisa dia dapatkan kapan pun Zayn” ucapku sesuai dengan apa yang pernah aku
rasakan. “Maka sebagai orang yang paling dekat dengannya, jangan sampai kita
membuatnya bersedih dengan terus menyembunyikan kehadirannya Ken”lanjutnya.
“Kapan
kau berencana mengumumkannya?” tanyaku.
“Secepatnya…”
“Media
pasti akan sangat keterlaluan Zayn?!” keluhku.
“Aku
akan mengendalikan mereka agar tidak membuat highlight berita aneh yang bisa mengundang click bait. Jangan khawatir” mengangguk paham atas penjelasan yang
dia berikan, membuatku menghapus jarak diatara kami dan dia membawaku kedalam
dekapannya seraya menghantarkan kecupan di bahuku.
“Kita
akan lakukan ini bersama-sama” ucapnya.
“Ya,
aku percaya padamu..” jawabku seraya mengandahkan wajah guna menatapnya dan
tanpa aba-aba bibirnya mendekat kemudian mengelumat lembut bibirku.
Ket:
[1] Gold digger : seseorang yang mencintai seseorang
hanya karena uang
[2] Mère : Ibu
[3] Bonjour, ma fée : Selamat pagi, peri kecilku
[4] Granny : Nenek
[5] Père : Ayah
Komentar
Posting Komentar